Thursday, January 18, 2007

20Q Christian Sugiono


Anak band yang jadi aktor bicara soal perempuan, sinetron dan bagaimana rasanya jadi pacar Titi Kamal


Q1

Anda bersekolah di Pangudi Luhur, yang muridnya laki-laki semua. Bagaimana peranan sekolah itu dalam membentuk karakter Anda sekarang?

Karena cowok semua, jadi lebih kompak. Di situ gue belajar arti pertemanan dan kesetiakawanan. Dari segi cewek, gue lebih belajar soal deketin cewek. Cowok semua, ngobrol apa lagi kan? Kami banyak diskusi soal perempuan. Jadi lebih banyak tahu soal perempuan. Bisa mengambil ilmu lah [tertawa].


Q2

Tipe remaja seperti apa Anda waktu SMA?

Gue tipe rata-rata sih, yang suka maen olahraga. Tapi, nggak jocks banget [tertawa]. Tiap istirahat maen voli sama basket. Oh lupa, gue tipe anak band. Gue nge-band melulu. Soalnya nggak ada kerjaan lain. Udah SMA, banyak pensi, banyak band competitor, jadinya lebih termotivasi untuk latihan.


Q3

Kenakalan remaja macam apa sih yang dulu Anda lakukan?

Gue sih nggak nakal. Soalnya gue Ketua OSIS. Kalau nakal bahaya. Paling ngajak temen-temen dua angkatan cabut ke Dufan. Kenakalan perempuan? Ada lah [tertawa]. Tapi gue nggak terlalu ekstrim. Gue istilahnya maen rapih. Yang tahu temen-temen deket gue doang. Kalau banyak yang tahu, itu berita nggak bagus. Nanti imej gue, ooh suka maen cewek. Nanti cewek-cewek ngelihat imej gue nggak bagus.


Q4

Dulu, publik mengenal Anda hanya sebagai pacar Titi Kamal, sekarang orang mengenal Anda sebagai Christian Sugiono. Perasaan Anda soal ini?

Seneng aja. Sekarang gue terjun di sinetron jadi banyak yang tahu. Tapi nggak apa-apa juga sih dipandang begitu [jadi pacarnya Titi Kamal--red]. Soalnya, Titi juga imejnya bagus dipandang orang-orang. Daripada ada orang bilang begini, ‘Eh lo pacarnya Ratu Felisha ya?’ [tertawa]. Itu nggak oke. Psycho.


Q5

Banyak laki-laki di luar sana, membayangkan bagaimana rasanya jadi pacar Titi Kamal. Bagaimana sih sebenarnya rasanya?

Enak [tertawa]. Gue hanya bisa menghimbau cowok-cowok di luar sana, teruslah bermimpi! [tertawa]. Jadi pacar Titi apa ya enaknya? Ya mungkin seperti yang dibayangkan orang-orang. Apa yang lo bayangkan itu benar! [tertawa].


Q6

Di film Jomblo, Anda memerankan karakter Doni, laki-laki yang mudah mendapatkan perempuan dan mudah bercinta. Seberapa mirip karakter itu dengan Anda?

Sekarang jauh banget. Tujuh tahun terakhir ini jauh. Dulu, lumayan dekat. Itu masa-masa gue nakal ya di jaman dulu. Tapi nggak terlalu parah kayak si Doni. Tiap cewek diembat. Kalau gue milih-milih. Yang bisa jaga mulut dan jaga diri [tertawa].


Q7

Kalau ada yang bertanya, berapa banyak perempuan yang sudah Anda tiduri?

Gue nggak akan jawab lah! Berapa juga udah lupa! Nggak deh. Becanda. [ngakak].


Q8

Apakah Anda selalu mendapatkan perempuan yang Anda inginkan?

Ya bisa dibilang, delapan puluh lima persen iya. Misalnya gue usaha dikit, Alhamdulillah dapet, ciee Alhamdulillah. Gawat nih interview-nya. Gue mesti milih-milih kata [tertawa]. Rata-rata mereka nggak mau serius. Mereka maunya senang-senang.


Q9

Serius dalam arti komitmen?

Ya gue juga nggak mau [tertawa]. Udah lah, interviewnya jangan terlalu berbahaya.


Q10

Takut dibaca Titi ya [tertawa]. Anda tipe yang takut sama pacar?

Gue nggak takut sama pacar. Gue takut sama diri gue sendiri kalau nggak bisa pacaran lagi dengan Titi [tertawa]. Gue takut gue melakukan hal yang salah dan berakibat buruk.


Q11

Tadi Anda bilang, delapan puluh lima persen. Berarti Christian Sugiono pernah ditolak perempuan ya?

Pernah doong! Dua kali. Waktu SMA dan pas lulus SMA. Tapi gue rasa cewek itu nyesel ya [tertawa]. Tapi, perasaan gue sama cewek itu juga nggak terlalu gede. Iseng-iseng berhadiah. Nggak dapet ya cari yang lain.


Q12

Infotainment sepertinya selalu ingin tahu perkembangan kisah cinta Anda. Perasaan Anda soal ini?

Gue juga bosen tuh. Apa infotainment nggak ada pertanyaan lain? Dari awal gue diinterview infotainment tahun 2002 sampai sekarang, selalu ada pertanyaan begitu. Gue pulang dari Jerman kan kepergok jalan sama Titi tuh. Ditanya ‘kapan kawin?’ Sampe kemaren gue wawancara di sini [lokasi syuting--red], pertanyaannya masih itu. Meskipun nanya yang lain, selalu diselipin pertanyaan begitu. Harusnya gue bilang, oh mbak berarti nggak nonton infotainment. Soalnya, jawabannya ada di infotainment yang lalu [tertawa].


Q13

Mana menurut Anda yang lebih baik. Permainan gitar atau akting Anda?

Ya permainan gitar gue dong. Kan gue anak band soalnya. Bukan aktor! [tertawa]. Walaupun duit gue dari akting. Mumpung lagi dipake, ya manfaatkan. Istilahnya gue lagi di ladang emas. Dikasih sekop. Ya sekop terserah lo deh. Keruk selagi bisa. Kalau udah nggak bisa, ya emas yang pernah gue keruk akan gue manfaatkan.


Q14

Jawab dengan jujur. Bagaimana penilaian Anda soal sinetron yang Anda bintangi?

Kalau sinetron yang gue maenin sih baguus! Dari ratingnya aja tiga. Kalau kualitas sih, ya sama aja kayak yang lain! [ngakak]. Tapi gue rasa ini yang paling bagus dari yang ada. Soalnya yang lain ceritanya banyak yang aneh. Ada yang hantu lah, males banget! Paling normal ya ini, Pengantin Remaja. Mungkin kalau baik segini [menunjukkan batas dengan tangan], ya sinetron gue ini, segini lah [menunjukkan setengahnya].


Q15

Kalau Anda santai di rumah, apakah Anda mau mengisi waktu luang Anda dengan nonton sinetron?

Pilihan terakhir gue. Kalau misalnya jaringan tv kabel di rumah gue putus, jam tujuh malem, nggak ada acara lagi kan. Paling nonton sinetron gue doang. Gue nonton buat review gue doang. Kalau lagi syuting jalan ceritanya kan nggak nyambung.


Q16

Kalau ditawari main sinetron bertema hidayah?

Aduh jangan deh. Main paling berapa episode, tapi habis itu nggak ada yang nawarin lagi. Mumpung masih muda, dan gue masih banyak yang make, ya udah. Sebelum gue dikasih peran bapak-bapak. Soalnya gue pengin peran yang muda. Begitu umur gue udah jadi bapak-bapak, gue nggak mau maen. Kecuali di Indonesia, udah ada film kayak James Bond yang emang peran utamanya bapak-bapak. Di sini kan, peran utamanya anak muda, ABG. Gue nggak pengin antiklimaks. Misalnya, gue sekarang dapet peran utama, besok nggak, berarti turun dong. Gue pengin kayak Kurt Cobain. Nggak pernah ada momen turun karirnya. Nggak kayak Michael Jackson.


Q17

Di Indonesia Anda bintang film, sementara waktu di Jerman kerja di restoran. Apa yang Anda rindukan dari kehidupan di sana?

Banyak banget. Gue rindu kehidupan bisa melakukan apapun seenak jidat gue tanpa ada orang yang mengomentari. Dan kebersihan alamnya. Gue bisa olahraga, jalan kaki. Di sini, gue di mobil melulu. Kehidupan benar aja, sebagai orang. Istilahnya, kalau gue datang ke tempat-tempat seperti Plaza Senayan agak oke. Cuma, kalau datang ke tempat yang istilahnya kelas C D, agak susah. Kayak kemaren gue dating ke Bengkel Cipete Kolong. Berubah aja. Oke gue jadi lebih diservis, enak. Tapi, jadi beda aja. Gue mau ngapain kayak di sana ada sepasang mata ngomongin. Nggak tahu ngomongin bagus apa nggak.


Q18

Tapi, ada kalanya itu menyenangkan ya

Kalau gue dating ke klub, banyak cewek cantik terus ngomongin gue, itu seneng. Kalau jalan sama Titi, gue jadi takut [tertawa]. Nggak lah. Cewek-cewek nggak akan begitu kalau gue jalan sama Titi.


Q19

Dalam hal perempuan. Godaan yang bagaimana yang menurut Anda besar?

Cewek-cewek nakal yang agresif. Apalagi kalau semuanya bagus, mukanya sama badannya. Mereka approach ke gue. Godaan banyak. Dan memang ada. Istilahnya, kalau gue pengin nakal atau mengkhianati pacar, gue bisa. Tinggal meladeni aja. Tapi, gue tipe cowok setia. Tolong dibold dan diunderlined ya. [tertawa].


Q20

Apa enak dan tidak enaknya jadi Christian Sugiono?

Gue punya pacar yang baik dan cantik dan dibayangkan cowok-cowok [tertawa]. Gue banyak bisa melakukan sesuatu. Gue bisa berubah jadi bukan siapa-siapa di luar negeri. Dan di sini bisa jadi siapa-siapa. Tidak enaknya, nama Jawa, kok tampang bule? [ngakak]. Dan itu tadi, krisis identitas. Di luar dibilang Asia, di sini dibilang bule. Jadi, gue nggak tahu siapa sebenarnya gue ini! [tertawa].

dari edisi Desember 2006. foto: Bayu Adhitya

20Q Christian Sugiono



Anak band yang jadi aktor bicara soal perempuan, sinetron dan bagaimana rasanya jadi pacar Titi Kamal





Q1


Anda
bersekolah di Pangudi Luhur, yang muridnya laki-laki semua. Bagaimana
peranan sekolah itu dalam membentuk karakter Anda sekarang?


Karena
cowok semua, jadi lebih kompak. Di situ gue belajar arti pertemanan dan
kesetiakawanan. Dari segi cewek, gue lebih belajar soal deketin cewek.
Cowok semua, ngobrol apa lagi kan? Kami banyak diskusi soal perempuan. Jadi lebih banyak tahu soal perempuan. Bisa mengambil ilmu lah [tertawa].





Q2


Tipe remaja seperti apa Anda waktu SMA?


Gue
tipe rata-rata sih, yang suka maen olahraga. Tapi, nggak jocks banget
[tertawa]. Tiap istirahat maen voli sama basket. Oh lupa, gue tipe anak
band. Gue nge-band melulu. Soalnya nggak ada kerjaan lain. Udah SMA,
banyak pensi, banyak band competitor, jadinya lebih termotivasi untuk
latihan.





Q3


Kenakalan remaja macam apa sih yang dulu Anda lakukan?


Gue
sih nggak nakal. Soalnya gue Ketua OSIS. Kalau nakal bahaya. Paling
ngajak temen-temen dua angkatan cabut ke Dufan. Kenakalan perempuan? Ada
lah [tertawa]. Tapi gue nggak terlalu ekstrim. Gue istilahnya maen
rapih. Yang tahu temen-temen deket gue doang. Kalau banyak yang tahu,
itu berita nggak bagus. Nanti imej gue, ooh suka maen cewek. Nanti
cewek-cewek ngelihat imej gue nggak bagus.





Q4


Dulu,
publik mengenal Anda hanya sebagai pacar Titi Kamal, sekarang orang
mengenal Anda sebagai Christian Sugiono. Perasaan Anda soal ini?


Seneng
aja. Sekarang gue terjun di sinetron jadi banyak yang tahu. Tapi nggak
apa-apa juga sih dipandang begitu [jadi pacarnya Titi Kamal--red].
Soalnya, Titi juga imejnya bagus dipandang orang-orang. Daripada ada
orang bilang begini, ‘Eh lo pacarnya Ratu Felisha ya?’ [tertawa]. Itu
nggak oke. Psycho.





Q5


Banyak laki-laki di luar sana, membayangkan bagaimana rasanya jadi pacar Titi Kamal. Bagaimana sih sebenarnya rasanya?


Enak [tertawa]. Gue hanya bisa menghimbau cowok-cowok di luar sana,
teruslah bermimpi! [tertawa]. Jadi pacar Titi apa ya enaknya? Ya
mungkin seperti yang dibayangkan orang-orang. Apa yang lo bayangkan itu
benar! [tertawa].





Q6


Di
film Jomblo, Anda memerankan karakter Doni, laki-laki yang mudah
mendapatkan perempuan dan mudah bercinta. Seberapa mirip karakter itu
dengan Anda?


Sekarang
jauh banget. Tujuh tahun terakhir ini jauh. Dulu, lumayan dekat. Itu
masa-masa gue nakal ya di jaman dulu. Tapi nggak terlalu parah kayak si
Doni. Tiap cewek diembat. Kalau gue milih-milih. Yang bisa jaga mulut dan jaga diri [tertawa].





Q7


Kalau ada yang bertanya, berapa banyak perempuan yang sudah Anda tiduri?


Gue nggak akan jawab lah! Berapa juga udah lupa! Nggak deh. Becanda. [ngakak].





Q8


Apakah Anda selalu mendapatkan perempuan yang Anda inginkan?


Ya bisa dibilang, delapan puluh lima
persen iya. Misalnya gue usaha dikit, Alhamdulillah dapet, ciee
Alhamdulillah. Gawat nih interview-nya. Gue mesti milih-milih kata
[tertawa]. Rata-rata mereka nggak mau serius. Mereka maunya
senang-senang.





Q9


Serius dalam arti komitmen?


Ya gue juga nggak mau [tertawa]. Udah lah, interviewnya jangan terlalu berbahaya.





Q10


Takut dibaca Titi ya [tertawa]. Anda tipe yang takut sama pacar?


Gue
nggak takut sama pacar. Gue takut sama diri gue sendiri kalau nggak
bisa pacaran lagi dengan Titi [tertawa]. Gue takut gue melakukan hal
yang salah dan berakibat buruk.





Q11


Tadi Anda bilang, delapan puluh lima persen. Berarti Christian Sugiono pernah ditolak perempuan ya?


Pernah
doong! Dua kali. Waktu SMA dan pas lulus SMA. Tapi gue rasa cewek itu
nyesel ya [tertawa]. Tapi, perasaan gue sama cewek itu juga nggak
terlalu gede. Iseng-iseng berhadiah. Nggak dapet ya cari yang lain.





Q12


Infotainment sepertinya selalu ingin tahu perkembangan kisah cinta Anda. Perasaan Anda soal ini?


Gue
juga bosen tuh. Apa infotainment nggak ada pertanyaan lain? Dari awal
gue diinterview infotainment tahun 2002 sampai sekarang, selalu ada
pertanyaan begitu. Gue pulang dari Jerman kan
kepergok jalan sama Titi tuh. Ditanya ‘kapan kawin?’ Sampe kemaren gue
wawancara di sini [lokasi syuting--red], pertanyaannya masih itu.
Meskipun nanya yang lain, selalu diselipin pertanyaan begitu. Harusnya
gue bilang, oh mbak berarti nggak nonton infotainment. Soalnya,
jawabannya ada di infotainment yang lalu [tertawa].





Q13


Mana menurut Anda yang lebih baik. Permainan gitar atau akting Anda?


Ya permainan gitar gue dong. Kan
gue anak band soalnya. Bukan aktor! [tertawa]. Walaupun duit gue dari
akting. Mumpung lagi dipake, ya manfaatkan. Istilahnya gue lagi di
ladang emas. Dikasih sekop. Ya sekop terserah lo deh. Keruk selagi
bisa. Kalau udah nggak bisa, ya emas yang pernah gue keruk akan gue
manfaatkan.





Q14


Jawab dengan jujur. Bagaimana penilaian Anda soal sinetron yang Anda bintangi?


Kalau
sinetron yang gue maenin sih baguus! Dari ratingnya aja tiga. Kalau
kualitas sih, ya sama aja kayak yang lain! [ngakak]. Tapi gue rasa ini
yang paling bagus dari yang ada. Soalnya yang lain ceritanya banyak
yang aneh. Ada
yang hantu lah, males banget! Paling normal ya ini, Pengantin Remaja.
Mungkin kalau baik segini [menunjukkan batas dengan tangan], ya
sinetron gue ini, segini lah [menunjukkan setengahnya].





Q15


Kalau Anda santai di rumah, apakah Anda mau mengisi waktu luang Anda dengan nonton sinetron?


Pilihan terakhir gue. Kalau misalnya jaringan tv kabel di rumah gue putus, jam tujuh malem, nggak ada acara lagi kan. Paling nonton sinetron gue doang. Gue nonton buat review gue doang. Kalau lagi syuting jalan ceritanya kan nggak nyambung.





Q16


Kalau ditawari main sinetron bertema hidayah?


Aduh
jangan deh. Main paling berapa episode, tapi habis itu nggak ada yang
nawarin lagi. Mumpung masih muda, dan gue masih banyak yang make, ya
udah. Sebelum gue dikasih peran bapak-bapak. Soalnya gue pengin peran
yang muda. Begitu umur gue udah jadi bapak-bapak, gue nggak mau maen.
Kecuali di Indonesia, udah ada film kayak James Bond yang emang peran
utamanya bapak-bapak. Di sini kan,
peran utamanya anak muda, ABG. Gue nggak pengin antiklimaks. Misalnya,
gue sekarang dapet peran utama, besok nggak, berarti turun dong. Gue
pengin kayak Kurt Cobain. Nggak pernah ada momen turun karirnya. Nggak
kayak Michael Jackson.





Q17


Di Indonesia Anda bintang film, sementara waktu di Jerman kerja di restoran. Apa yang Anda rindukan dari kehidupan di sana?


Banyak
banget. Gue rindu kehidupan bisa melakukan apapun seenak jidat gue
tanpa ada orang yang mengomentari. Dan kebersihan alamnya. Gue bisa
olahraga, jalan kaki. Di sini, gue di mobil melulu. Kehidupan benar
aja, sebagai orang. Istilahnya, kalau gue datang ke tempat-tempat
seperti Plaza Senayan agak oke. Cuma, kalau datang ke tempat yang
istilahnya kelas C D, agak susah. Kayak kemaren gue dating ke Bengkel
Cipete Kolong. Berubah aja. Oke gue jadi lebih diservis, enak. Tapi,
jadi beda aja. Gue mau ngapain kayak di sana ada sepasang mata ngomongin. Nggak tahu ngomongin bagus apa nggak.





Q18


Tapi, ada kalanya itu menyenangkan ya


Kalau
gue dating ke klub, banyak cewek cantik terus ngomongin gue, itu
seneng. Kalau jalan sama Titi, gue jadi takut [tertawa]. Nggak lah.
Cewek-cewek nggak akan begitu kalau gue jalan sama Titi.





Q19


Dalam hal perempuan. Godaan yang bagaimana yang menurut Anda besar?


Cewek-cewek
nakal yang agresif. Apalagi kalau semuanya bagus, mukanya sama
badannya. Mereka approach ke gue. Godaan banyak. Dan memang ada.
Istilahnya, kalau gue pengin nakal atau mengkhianati pacar, gue bisa.
Tinggal meladeni aja. Tapi, gue tipe cowok setia. Tolong dibold dan
diunderlined ya. [tertawa].





Q20


Apa enak dan tidak enaknya jadi Christian Sugiono?


Gue
punya pacar yang baik dan cantik dan dibayangkan cowok-cowok [tertawa].
Gue banyak bisa melakukan sesuatu. Gue bisa berubah jadi bukan
siapa-siapa di luar negeri. Dan di sini bisa jadi siapa-siapa. Tidak
enaknya, nama Jawa, kok tampang bule? [ngakak]. Dan itu tadi, krisis
identitas. Di luar dibilang Asia, di sini dibilang bule. Jadi, gue nggak tahu siapa sebenarnya gue ini! [tertawa].





dari edisi Desember 2006. foto: Bayu Adhitya


Tentang Mimpi Masa Kecil

Ini baru terlintas beberapa saat lalu.

Kamu pasti punya keinginan atau impian sejak kecil. Bisa jadi berupa hal yang kamu inginkan atau kamu lakukan. Ini beberapa mimpi masa kecil saya yang bisa terwujud [walaupun kadarnya tidak seideal seperti yang diimpikan].

Velg Bintang
Pertengahan tahun ’80-an, rasanya salah satu trend anak kecil adalah punya sepeda BMX. Saya termasuk yang beruntung bisa dibelikan. Tapi, begitu melihat ada anak lain dengan velg bintang, saya jadi iri. Velg itu terlihat lebih jantan. Lebih gagah. :P Hingga trend berganti ke trend mountain bike, saya tidak pernah punya sepeda BMX dengan velg bintang. Dan ketika kuliah dibelikan Honda GL Pro, mimpi itu datang lagi. Saya ingin motor saya ber-velg bintang alias racing. Tapi ayah tidak pernah mau mewujudkannya. Dibelikan motor saja sudah bagus sebenarnya. Dan saya terlalu bokek untuk bisa menabung guna membeli velg racing. Baru lebaran tahun 2006 kemarin saya bisa mewujudkannya. Ah, indahnya kebijakan THR! Alhamdulillah.

Jaket Kulit
Sejak menonton film Grease, saya jatuh cinta dengan jaket kulit ala bikers. Mungkin karena alasan gagah atau jantan. Hehe. Saya baru bisa mendapatkan jaket kulit tahun ’99. Belum seperti yang saya inginkan. Hanya jaket kulit biasa, dengan dua kantong di samping. Maklum, pemberian ayah. Akhirnya, di tahun 2001 saya bisa memiliki jaket kulit idaman. Itu pun karena dapat uang kaget setelah ikut pameran mewakili kampus.

Ikut pertandingan bela diri
Saya penggemar film-film silat atau kung fu. Dan saya selalu ingin ada di dalam pertandingan bela diri, satu lawan satu. Disaksikan banyak orang, seperti di banyak film. Ini terwujud medio ’96. Di SMA, saya ikut Merpati Putih. Saya jadi Ketua Kelompok Latihan, alias ketua ekskul. Nah, waktu ada pertandingan silat antar SMA se-Jawa Barat, saya ikut jadi atlet. Bukan semata-mata karena saya jago sebenarnya. Tapi karena pengaruh kekuasaan. Haha. Saya berhasil meyakinkan sekolah untuk mendanai atletnya, di setiap kelas. Saya masuk di kelas C pria [50 – 55 kg]. Kebetulan, di kelas itu, hanya saya yang aktif. :D Pertandingan pertama, saya bisa mengalahkan si lawan pertama. Tapi di pertandingan kedua, saya kalah oleh anak yang sosok pendek kekarnya mengingatkan saya pada karakter Chong Li di Bloodsport dengan kalimat “You are next”-nya itu. Mungkin karena sejak awal saya sudah ciut melihat sosoknya. Mungkin karena saya kurang tidur malam sebelumnya. Mungkin karena saya yang hanya berlatih tiga bulan. Pertandingan ini membuat gigi saya patah.

Bicara di depan banyak orang
Sejak kecil saya sering membayangkan diri saya ada di depan banyak orang. Ratusan mungkin ribuan. Dan mereka menuruti apa yang saya katakan. Ini terwujud di kampus di acara ospek dan pertandingan antarkampus. Tahun ’99 dan 2000, lapangan basket Dipati Ukur kampus Unpad jadi tempat bertemunya fakultas se-Unpad. [btw, Donna Agnesia salah satu bintangnya di pertandingan ini. Dia atlet dari Hukum Unpad. Jadi, kalau mereka bertanding, dijamin mata segar.] Era itu, saya sering bawa TOA ke sana. Saya ledeki kampus lain [kecuali Donna. Soalnya susah meledeknya, Sudah cantik, jago pula. Hehe]. Saya ajak teman-teman kampus untuk ikut berteriak menyemangati tim kami. Ah, sungguh sebuah onani psikilogis yang menyenangkan. :P

Manggung dengan kelompok musik
Pertama kali mimpi ini terwujud, medio 2000. Karena saya sering berjaket kulit, rambut gondrong, akhirnya teman saya, Dido yang juga vokalis band skinhead bernama The Real Enemy mengajak saya jadi vokalis tamu membawakan “The KKK Took My Baby Away”. Dari situ, teman lain mengajak saya di band mereka yang membawakan lagu-lagu The Rolling Stones. Saya bermain harmonika. Mereka mengajak saya karena sering mendengar saya bermain harmonika ketika nongkrong. [oya, harmonika adalah salah satu impian masa kecil saya juga, yang baru terwujud ketika SMA]. Padahal, saya bermain harmonika untuk mengusir rasa bosan waktu SMA. Bukan untuk orang lain. Maklum, saya sering mendapati sendirian di sekolah. Teman se-angkatan sudah pulang. Adik kelas masih belajar. Satu-satunya teman, ya harmonika. Hasilnya, saya bermain harmonika dengan jelek di dua band. Cikuda Stones Complex yang berkembang jadi Fikom Stones Lovers. Tahun 2002, saya diajak bergabung di band kampus bernama Lalieur Laleuleus Paregel. Kali ini saya memainkan peran saya dengan baik. Sebagai MC juga provokator juga propagandis. Dan bernyanyi di bagian refrain. Kalau ramai-ramai, suara fals saya tidak terlalu terdengar. Hehe.

Ada di media massa
Mungkin ini sisi dari diri saya yang ingin dapat perhatian, dikenal banyak orang. Makanya, sejak SMP hingga kuliah saya suka corat-coret tembok. Dan ketika saya diminta siaran di I Radio Jakarta, tentu saja saya senang bukan main. Salah satu anugerah paling indah dalam hidup. Tanpa susah payah, saya bisa siaran di prime time selama tiga bulan. Sayang, GM Trax sialan menjegal karir saya. Untungnya, itu masih bisa tersalurkan lewat majalah. Dan terima kasih juga pada teknologi internet tentunya. Ini membuat orang dengan mimpi yang sama seperti saya cukup terbantu.

Termasuk juga kamu, mungkin.

Tentang Mimpi Masa Kecil

Ini baru terlintas beberapa saat lalu.


 


Kamu pasti punya keinginan atau impian sejak kecil. Bisa jadi berupa hal yang kamu inginkan atau kamu lakukan. Ini beberapa mimpi masa kecil saya yang bisa terwujud [walaupun kadarnya tidak seideal seperti yang diimpikan].


 


Velg Bintang


Pertengahan tahun ’80-an, rasanya salah satu trend anak kecil adalah punya sepeda BMX. Saya termasuk yang beruntung bisa dibelikan. Tapi, begitu melihat ada anak lain dengan velg bintang, saya jadi iri. Velg itu terlihat lebih jantan. Lebih gagah. :P Hingga trend berganti ke trend mountain bike, saya tidak pernah punya sepeda BMX dengan velg bintang.


 


Dan ketika kuliah dibelikan Honda GL Pro, mimpi itu datang lagi. Saya ingin motor saya ber-velg bintang alias racing. Tapi ayah tidak pernah mau mewujudkannya. Dibelikan motor saja sudah bagus sebenarnya. Dan saya terlalu bokek untuk bisa menabung guna membeli velg racing. Baru lebaran tahun 2006 kemarin saya bisa mewujudkannya. Ah, indahnya kebijakan THR! Alhamdulillah. 


 


Jaket Kulit


Sejak menonton film Grease, saya jatuh cinta dengan jaket kulit ala bikers. Mungkin karena alasan gagah atau jantan. Hehe. Saya baru bisa mendapatkan jaket kulit tahun ’99. Belum seperti yang saya inginkan. Hanya jaket kulit biasa, dengan dua kantong di samping. Maklum, pemberian ayah. Akhirnya, di tahun 2001 saya bisa memiliki jaket kulit idaman. Itu pun karena dapat uang kaget setelah ikut pameran mewakili kampus.


 


Ikut pertandingan bela diri


Saya penggemar film-film silat atau kung fu. Dan saya selalu ingin ada di dalam pertandingan bela diri, satu lawan satu. Disaksikan banyak orang, seperti di banyak film. Ini terwujud medio ’96. Di SMA, saya ikut Merpati Putih. Saya jadi Ketua Kelompok Latihan, alias ketua ekskul. Nah, waktu ada pertandingan silat antar SMA se-Jawa Barat, saya ikut jadi atlet. Bukan semata-mata karena saya jago sebenarnya. Tapi karena pengaruh kekuasaan. Haha. Saya berhasil meyakinkan sekolah untuk mendanai atletnya, di setiap kelas. Saya masuk di kelas C pria [50 – 55 kg]. Kebetulan, di kelas itu, hanya saya yang aktif. :D Pertandingan pertama, saya bisa mengalahkan si lawan pertama. Tapi di pertandingan kedua, saya kalah oleh anak yang sosok pendek kekarnya mengingatkan saya pada karakter Chong Li di Bloodsport dengan kalimat “You are next”-nya itu. Mungkin karena sejak awal saya sudah ciut melihat sosoknya. Mungkin karena saya kurang tidur malam sebelumnya. Mungkin karena saya yang hanya berlatih tiga bulan. Pertandingan ini membuat gigi saya patah.


 


Bicara di depan banyak orang


Sejak kecil saya sering membayangkan diri saya ada di depan banyak orang. Ratusan mungkin ribuan. Dan mereka menuruti apa yang saya katakan. Ini terwujud di kampus di acara ospek dan pertandingan antarkampus. Tahun ’99 dan 2000, lapangan basket Dipati Ukur kampus Unpad jadi tempat bertemunya  fakultas se-Unpad. [btw, Donna Agnesia salah satu bintangnya di pertandingan ini. Dia atlet dari Hukum Unpad. Jadi, kalau mereka bertanding, dijamin mata segar.] Era itu, saya sering bawa TOA ke sana. Saya ledeki kampus lain [kecuali Donna. Soalnya susah meledeknya, Sudah cantik, jago pula. Hehe]. Saya ajak teman-teman kampus untuk ikut berteriak menyemangati tim kami. Ah, sungguh sebuah onani psikilogis yang menyenangkan. :P


 


Manggung dengan kelompok musik


Pertama kali mimpi ini terwujud, medio 2000. Karena saya sering berjaket kulit, rambut gondrong, akhirnya teman saya, Dido yang juga vokalis band skinhead bernama The Real Enemy mengajak saya jadi vokalis tamu membawakan “The KKK Took My Baby Away”. Dari situ, teman lain mengajak saya di band mereka yang membawakan lagu-lagu The Rolling Stones. Saya bermain harmonika. Mereka mengajak saya karena sering mendengar saya bermain harmonika ketika nongkrong. [oya, harmonika adalah salah satu impian masa kecil saya juga, yang baru terwujud ketika SMA]. Padahal, saya bermain harmonika untuk mengusir rasa bosan waktu SMA. Bukan untuk orang lain. Maklum, saya sering mendapati sendirian di sekolah. Teman se-angkatan sudah pulang. Adik kelas masih belajar. Satu-satunya teman, ya harmonika. Hasilnya, saya bermain harmonika dengan jelek di dua band. Cikuda Stones Complex yang berkembang jadi Fikom Stones Lovers. Tahun 2002, saya diajak bergabung di band kampus bernama Lalieur Laleuleus Paregel. Kali ini saya memainkan peran saya dengan baik. Sebagai MC juga provokator juga propagandis. Dan bernyanyi di bagian refrain. Kalau ramai-ramai, suara fals saya tidak terlalu terdengar. Hehe.


 


Ada di media massa


Mungkin ini sisi dari diri saya yang ingin dapat perhatian, dikenal banyak orang. Makanya, sejak SMP hingga kuliah saya suka corat-coret tembok. Dan ketika saya diminta siaran di I Radio Jakarta, tentu saja saya senang bukan main. Salah satu anugerah paling indah dalam hidup. Tanpa susah payah, saya bisa siaran di prime time selama tiga bulan. Sayang, GM Trax sialan menjegal karir saya. Untungnya, itu masih bisa tersalurkan lewat majalah. Dan terima kasih juga pada teknologi internet tentunya. Ini membuat orang dengan mimpi yang sama seperti saya cukup terbantu.


 


Termasuk juga kamu, mungkin.  

Friday, January 12, 2007

Menurut Kamu, Aku Ganteng Nggak Sih?

Kata apa yang kamu gunakan untuk mengganti "cakep" dengan kata yang sama baiknya?

Maksud saya begini, ketika ada teman yang bertanya soal apakah perempuan A atau lelaki B cakep, dan kebetulan orang yang dibicarakan itu nyatanya tidak cakep menurut versi kita, biasanya kita sedikit memutar otak untuk mencari kata yang tepat. Tentu saja berbeda kalau kondisinya memang orang yang dibicarakan itu, bukan teman kita.

"Si A kayak gimana sih orangnya, cakep?"

Kita pasti bakal langsung menjawab, "Nggak!"

Tapi, kalau yang dibicarakan itu teman kita...

"Si A cakep nggak sih?"

...terdiam beberapa detik. Mencari kata yang tepat, karena walau bagaimanapun itu teman kita yang sedang dibicarakan. Dan setelah mendapat kata yang tepat, kita paling menjawabnya dengan "Baek", "Keren", "Pinter", "Asik", atau "Lumayan lah."

Saya yakin, kamu pernah terlibat dalam situasi begitu. Dan bicara soal kriteria cakep atau ganteng, saya punya pengalaman. Berikut ini, obrolan saya dengan Tetta di suatu hari. Saya lupa, apakah ini obrolan via telepon atau tatap muka.

"Sayang, menurut kamu, aku ganteng nggak sih?"

pacar saya, terdiam beberapa detik...

"Kenapa sih kamu nanya begitu? Kamu kan tau, alesan aku nerima kamu jadi pacar, bukan semata-mata karena penampilan."

[hehehe. maklum, jaman jomblo dulu, saya sering bertanya dalam hati, mungkin karena saya berantakan, tidak ganteng, makanya susah dapet cewek. sekarang sih, saya sudah termasuk rapi. rambut pendek, kumis dan jenggot dicukur. dulu, kadar ke-mamang-mamangan saya sangat besar. hahaha.]

"Iya, tapi aku pengen tau, menurut kamu, aku ganteng nggak?"

"Hmmm. Menurut kamu, siapa coba orang yang bisa disebut ganteng?"

...

"Brad Pitt."

"Nah, berarti sama kan persepsi kita soal standar ganteng. Silakan nilai aja sendiri."


...

:))

Monday, January 08, 2007

Menurut Kamu, Aku Ganteng Nggak Sih?

Kata apa yang kamu gunakan untuk mengganti "cakep" dengan kata yang sama baiknya?



Maksud saya begini, ketika ada
teman yang bertanya soal apakah perempuan A atau lelaki B cakep, dan
kebetulan orang yang dibicarakan itu nyatanya tidak cakep menurut versi
kita, biasanya kita sedikit memutar otak untuk mencari kata yang tepat.
Tentu saja berbeda kalau kondisinya memang orang yang dibicarakan itu,
bukan teman kita.



"Si A kayak gimana sih orangnya, cakep?"



Kita pasti bakal langsung menjawab, "Nggak!"



Tapi, kalau yang dibicarakan itu teman kita...



"Si A cakep nggak sih?"



...terdiam beberapa detik. Mencari kata yang tepat, karena walau
bagaimanapun itu teman kita yang sedang dibicarakan. Dan setelah
mendapat kata yang tepat, kita paling menjawabnya dengan "Baek",
"Keren", "Pinter", "Asik", atau "Lumayan lah."



Saya yakin, kamu pernah terlibat dalam situasi begitu. Dan bicara soal
kriteria cakep atau ganteng, saya punya pengalaman. Berikut ini,
obrolan saya dengan Tetta di suatu hari. Saya lupa, apakah ini obrolan
via telepon atau tatap muka.



"Sayang, menurut kamu, aku ganteng nggak sih?"



pacar saya, terdiam beberapa detik...



"Kenapa sih kamu nanya begitu? Kamu kan tau, alesan aku nerima kamu jadi pacar, bukan semata-mata karena penampilan."



[hehehe. maklum, jaman jomblo dulu,
saya sering bertanya dalam hati, mungkin karena saya berantakan, tidak
ganteng, makanya susah dapet cewek. sekarang sih, saya sudah termasuk
rapi. rambut pendek, kumis dan jenggot dicukur. dulu, kadar
ke-mamang-mamangan saya sangat besar. hahaha
.]



"Iya, tapi aku pengen tau, menurut kamu, aku ganteng nggak?"



"Hmmm. Menurut kamu, siapa coba orang yang bisa disebut ganteng?"



...



"Brad Pitt."



"Nah, berarti sama kan persepsi kita soal standar ganteng. Silakan nilai aja sendiri."





...



:))