Wednesday, February 14, 2007

Sedikit Soal Global TV

Kemarin malam baru dari syuting Made In Indonesia.

Itu loh, salahsatu acara Global TV. Ada satu band dikritisi oleh panelis yang terdiri antara musisi dan pelawak. Saya, Arian dan Pecuy datang ke Studio Guet di Perdatam jam setengah sembilan malam. Katanya, syuting bakal dimulai jam sembilan.

The Changcuters jadi target, Seurieus bintang tamunya.

Ternyata, pas kami datang, anak-anak The Changcuters masih loading alat ke panggung. Padahal, katanya mereka disuruh datang jam dua siang. Dan Seurieus disuruh datang jam lima sore.

“Sekitar jam sepuluh lah,” kata salah seorang kru Global TV ketika saya tanya kapan syuting akan dimulai.

Tapi, lewat jam sepuluh, syuting belum juga dimulai. Saya tidak tahu mana saja tim produksi Global TV. Dan melihat itu, saya jadi membandingkannya dengan tim produksi Empat Mata. Bukan apa-apa, tiga kali saya datang ke syuting Empat Mata, mereka tidak pernah lewat dari jadwal. Memang tidak adil juga membandingkan syuting talk show dengan syuting di mana ada band yang tampil live. Dan memang tidak adil juga menilai kinerja dari satu kali syuting saja.

Tapi, pemandangan malam tadi, membuat saya berpikir betapa kru Global TV tidak menunjukkan citra baik dan profesionalisme atau apapun itu. Dan betapa seragam berpengaruh besar terhadap citra baik sebuah televisi.

Kalau Trans TV dan Trans7 perbandingannya, jelas terasa. Saya sebagai orang luar, bisa melihat dengan jelas siapa saja kru dari TV. Kemarin malam, tidak jelas perbedaan antara karyawan TV dengan mamang-mamang atau teteh-teteh yang kebetulan di sana. Kecuali kalau saya mau lebih jeli melihat ID yang tergantung di dada atau di celana mereka.

Belum lagi, saya mendapat kesan kalau pekerjaan mereka sangat lambat. Padahal, acara itu bukan acara baru. Harusnya mereka sudah tahu dong, bagaimana proses syuting berjalan. Saya tidak melihat kesigapan mereka. Mungkin saya salah, tapi saya melihat mereka bekerja dengan lamban. Dan ini buat saya mengurangi citra positif Global TV.

Lewat tengah malam, syuting baru dimulai. Oke, saya sering mendengar cerita kalau syuting sinetron juga sering molor [dan kamu tau bagaimana kualitas sinetron kita]. Saya kurang paham soal teknisnya, tapi menurut saya, acara yang molor sangat jauh dari jadwal adalah sesuatu yang kurang baik. Dan ini membuat saya berpikir, pantas saja acara itu tidak berkembang dari segi kreatif.

Kurang jelas apa mau mereka. Membuat acara yang mengkritisi band atau membuat tayangan humor dengan basis musik? Belum lagi, hal mendasar yang sering mengganggu saya. Show director, floor director atau apapun itu istilahnya, beberapa kali menyebut nama Seurieus dengan “Seurieus Band”. Ah, saya paling sebal kalau orang menambahkan kata Band di belakang nama band. Jelas-jelas, si band itu tidak memakai kata band di belakangnya. Kalau Ada Band boleh lah dipanggil begitu.

Host-nya sih menggiurkan, Happy Salma. :p Sayang, Happy kurang maksimal di acara itu. Belum lagi, host laki-laki yang terlalu metro seksual. Harusnya, acara begitu dipandu orang seperti Ryan Pellor. Hehe.

Sialan. Saya jadi bersikap seolah-olah paling tau soal produksi sebuah tayangan di televisi. Ya mungkin kebetulan kalau ada yang baca, dan kenal dengan petinggi Global TV, tolong bilang sama mereka untuk memerbaiki lagi lah kinerja kru mereka.

Pantas saja Global TV tidak punya produksi lokal unggulan.

Sedikit Soal Global TV






Kemarin malam baru dari syuting Made In Indonesia.








Itu loh, salahsatu acara Global TV. Ada satu band dikritisi oleh panelis yang
terdiri antara musisi dan pelawak. Saya, Arian dan Pecuy datang ke Studio Guet
di Perdatam jam setengah sembilan malam. Katanya, syuting bakal dimulai jam
sembilan.








The Changcuters jadi target, Seurieus bintang tamunya.








Ternyata, pas kami datang, anak-anak The Changcuters masih
loading alat ke panggung. Padahal, katanya mereka disuruh datang jam dua siang.
Dan Seurieus disuruh datang jam lima
sore.








“Sekitar jam sepuluh lah,” kata salah seorang kru Global TV
ketika saya tanya kapan syuting akan dimulai.








Tapi, lewat jam sepuluh, syuting belum juga dimulai. Saya tidak
tahu mana saja tim produksi Global TV. Dan melihat itu, saya jadi
membandingkannya dengan tim produksi Empat Mata. Bukan apa-apa, tiga kali saya
datang ke syuting Empat Mata, mereka tidak pernah lewat dari jadwal. Memang
tidak adil juga membandingkan syuting talk show dengan syuting di mana ada band
yang tampil live. Dan memang tidak adil juga menilai kinerja dari satu kali
syuting saja.








Tapi, pemandangan malam tadi, membuat saya berpikir betapa
kru Global TV tidak menunjukkan citra baik dan profesionalisme atau apapun itu.
Dan betapa seragam berpengaruh besar terhadap citra baik sebuah televisi.








Kalau Trans TV dan Trans7 perbandingannya, jelas terasa. Saya
sebagai orang luar, bisa melihat dengan jelas siapa saja kru dari TV. Kemarin malam,
tidak jelas perbedaan antara karyawan TV dengan mamang-mamang atau teteh-teteh
yang kebetulan di sana.
Kecuali kalau saya mau lebih jeli melihat ID yang tergantung di dada atau di
celana mereka.








Belum lagi, saya mendapat kesan kalau pekerjaan mereka
sangat lambat. Padahal, acara itu bukan acara baru. Harusnya mereka sudah tahu
dong, bagaimana proses syuting berjalan. Saya tidak melihat kesigapan mereka. Mungkin
saya salah, tapi saya melihat mereka bekerja dengan lamban. Dan ini buat saya
mengurangi citra positif Global TV.








Lewat tengah malam, syuting baru dimulai. Oke, saya sering
mendengar cerita kalau syuting sinetron juga sering molor [dan kamu tau
bagaimana kualitas sinetron kita]. Saya kurang paham soal teknisnya, tapi
menurut saya, acara yang molor sangat jauh dari jadwal adalah sesuatu yang
kurang baik. Dan ini membuat saya berpikir, pantas saja acara itu tidak
berkembang dari segi kreatif.








Kurang jelas apa mau mereka. Membuat acara yang mengkritisi
band atau membuat tayangan humor dengan basis musik? Belum lagi, hal mendasar
yang sering mengganggu saya. Show director, floor director atau apapun itu
istilahnya, beberapa kali menyebut nama Seurieus dengan “Seurieus Band”. Ah,
saya paling sebal kalau orang menambahkan kata Band di belakang nama band. Jelas-jelas,
si band itu tidak memakai kata band di belakangnya. Kalau Ada Band boleh lah
dipanggil begitu.








Host-nya sih menggiurkan, Happy Salma. :p Sayang, Happy
kurang maksimal di acara itu. Belum lagi, host laki-laki yang terlalu metro
seksual. Harusnya, acara begitu dipandu orang seperti Ryan Pellor. Hehe.











Sialan. Saya jadi bersikap seolah-olah paling tau soal
produksi sebuah tayangan di televisi. Ya mungkin kebetulan kalau ada yang baca,
dan kenal dengan petinggi Global TV, tolong bilang sama mereka untuk memerbaiki
lagi lah kinerja kru mereka.


Pantas saja Global TV tidak punya produksi lokal unggulan.


Monday, February 12, 2007

dari launching album lalights indiefest




sabtu [10/2] kemarin, album kompilasi lalights indiefest resmi dirilis. launchingnya digelar di dua tempat. cihampelas walk dan gedung aacc. saya ikut rombongan wartawan dari jakarta. atas undangan pr consultan, hotline. di dalam bis di perjalanan ke bandung, salah seorang pr menerangkan apa kegiatan kami hari itu.

"kita nanti akan belanja di distro ya. dan melihat bagaimana sebenarnya gaya indie itu," begitu kira-kira kata si pr.

saya hanya tersenyum geli. apalagi mengingat di rundown, tertulis indieshoping.

"dan inilah salah satu dari finalis di kompilasi indiefest," kata si pr lagi, berusaha menerangkan lagu yang diputar di bis, "ini dari hollywood nobody."

padahal, yang sedang diputar sebenarnya lagu pepermint, insect dari 70's orgasm club. bukan apa-apa, mendengar intro gitarnya, saya langsung teringat postingan si anto di multiply-nya waktu mereka tampil di sctv.

"mas, ini sih lagunya 70's orgasm club," kata saya.

si pr terdiam. membolak-balik dulu contekannya. tidak langsung mengoreksi. mungkin dia tidak yakin dengan apa yang saya katakan. setelah beberapa detik, baru dia koreksi.

rombongan wartawan tiba di hotel preanger setengah satu siang. langsung makan, setelah itu dibagi ke dalam kelompok yang terdiri antara wartawan dan finalis.

"nanti para finalis ini akan mendandani para wartawan ya. dan nanti kita pilih, siapa yang gaya indienya paling oke," begitu kira-kira kata salah satu pr.

beres makan, mereka ke 18th park. semua dibekali voucher 300 ribu. saya tidak ikut rombongan. pulang ke rumah. mengambil kamera adik saya. dan langsung bertemu di ciwalk, untuk konferensi pers.

dan setelah beberapa kali datang ke launching album, ini yang paling membahagiakan buat saya. beres sesi tanya jawab, panitia membagikan hadiah buat para wartawan yang bisa menjawab pertanyaan.

pertanyaan pertama: sebutkan 12 finalis indiefest, tanpa lihat contekan. teman saya, carry nadeak dari gatra yang berhasil menjawab, setelah wartawan sebelumnya gagal.

pertanyaan kedua: sebutkan nama personel dari finalis yang ada di depan anda. minimal empat...eh, minimal dua saja deh. saya langsung menyambarnya! untung saja, di depan ada dj ant dan joseph, bassis vox.

"anto arief dan joseph sudiro!" teriak saya sambil menunjuk mereka!

aha. hore. gusti alloh maha adil. akhirnya, saya dapat juga! untung saja ada pertanyaan itu. saya yakin tidak ada dari mereka yang bisa menebaknya. hehe. soalnya, saya juga tidak tahu siapa saja nama finalis yang lain. cuma tahu dua orang itu.

pertanyaan ketiga: sebutkan tiga band yang sudah tampil. ini dijawab oleh adi marsiela, dari suara pembaruan. sebelumnya, dia meminta saya membantu menjawab pertanyaannya.

pertanyaan keempat: saya lupa. saya sudah tidak peduli lagi. terlalu bahagia. terlalu senang. mendapat hadiah ipod nano. walaupun saya sudah punya ipod video, tetap saja saya senang. karena bisa menghadiahi sebuah ipod nano buat pacar. hehe.

ah sudahlah. ini beberapa gambar hasil jepretan saya. tidak terlalu bagus kualitasnya. maklum, saya bukan fotografer.

Thursday, February 08, 2007

Bertemu Tukul




Sebenarnya, sebelum Empat Mata 'meledak' seperti sekarang, rekan saya Alfred sudah mengusulkan Tukul untuk diwawancara. Tapi waktu itu, kami menolaknya. Ide itu terlalu menggelikan buat yang lain. Dan rasanya, sekarang waktu yang tepat kami mengangkat dia untuk rubrik wawancara. Seperti juga banyak media lain yang telah menulis Tukul.

Beberapa hari belakangan, saya dan Alfred sibuk mengejar dia. Ke studio Hanggar tempat syuting Empat Mata, ke lokasi banjir tempat Tukul mengadakan kunjungan, sampai ke rumahnya.

Ini sedikit foto dari kegiatan itu. Arian ikut bergabung di sesi wawancara terakhir di rumahnya di Cipete. Ini pertamakali saya mewawancarai pelawak. Arian sih sudah pernah mewawancari Tarzan yang katanya tak kalah absurd.

"wartawan sekarang malah pada minta foto bareng kalau wawancara. makanya, kamu minta foto bareng sekarang, nanti nyesel loh," kata Tukul.

Yang jelas, mewawancarai Tukul membuat perut dan rahang sakit karena tertawa. Walaupun di tengah-tengah sesi, dia sempat agak marah karena pertanyaan saya dianggap terlalu mencecar, dan pertanyaan Arian dianggap terlalu negative thinking.

Tapi sangat menyenangkan. Mendengar Tukul meledek yang lain. Biasanya saya menyaksikan bintang tamu yang di-kick, ini malah teman sendiri.

"Kamu pasti anak orang kaya ya," kata Tukul pada Arian.

"Amiin," jawab Arian.

"Iya, soalnya tatonya rantang," kata Tukul sambil menunjuk tato [huruf kanji ya?] di lengan Arian.