Monday, April 30, 2007

Naif dan Teman-temannya di Mesin Waktu




Album tribute lokal, adalah barang langka.

Makanya, begitu mendengar kabar soal tribute album Naif sudah rilis, saya senang. Walaupun beberapa bulan lalu, waktu Pepeng Naif bertanya soal ini pada saya, saya menjawab, “kayaknya kecepetan deh, kalau dibuatin album tribute buat naïf. Tunggu dulu, beberapa tahun deh.”

Tapi, saya tarik ucapan itu.

Setidaknya, setelah mendengar album tribute ini. Oke, secara musikalitas, saya tidak sepenuhnya terpuaskan oleh karya 14 kelompok musik di album ini. Setiap mendengar tribute album, saya selalu membandingkan dengan lagu aslinya. Dan bila lagu yang dibawakan ulang itu, tidak bisa memberikan sensasi yang sama dengan lagu aslinya atau tidak menawarkan kesegaran yang lain, saya kecewa. Untuk album ini, “Jikalau” versi The Adams dan “Dia Adalah Pusaka Sejuta Umat Manusia yang Ada di Seluruh Dunia” versi Tika feat. Wrong is the New Right, adalah favorit saya.

Tapi, ada sesuatu yang menurut saya jauh lebih berharga dan membuat kekurangpuasan secara musikalitas tadi tertutupi. Karena fakta bahwa album seperti ini barang langka, dan bahwa kelompok musik di sini, benar-benar mengagumi Naif, atau setidaknya begitu yang saya kira. Dan bahwa sekarang, adalah eranya [hampir] semua nama itu.

David Tarigan, produser album ini, mengatakan sebenarnya ada sekira 40 band yang “mendaftar”. Beberapa dari mereka, malah mengirimkan lebih dari satu lagu Naif dalam demonya. Dan akhirnya, empat belas nama yang berhasil masuk.

“Naif adalah band yang bisa menjadi jembatan antara mereka yang ada di mainstream dengan mereka yang ada di wilayah alternative,” begitu kira-kira kata David kepada saya selepas konferensi pers.

[saya tidak ingat kata-kata persisnya. Tidak direkam, karena niatnya bukan buat wawancara. Begitu juga kutipan-kutipan di bawah ini. semuanya berdasarkan ingatan saya. hehe]

“Upstairs dan band-band FFWD nggak diajak?” tanya saya.

“Mocca sama the S.I.G.I.T. sih bilang pengen ikutan, tapi mereka lagi sibuk rekaman buat album barunya. Daripada kurang bagus hasilnya, mereka milih buat nggak ikutan. Upstairs sih, persoalannya karena label mereka katanya. Padahal, Jimi bilang pengen banget ikutan,” jawab David.

Memang, ada beberapa nama yang tidak ada di sana dan saya pikir bakal menarik kalau mereka bisa ikut kompilasi itu. Tapi, yah itu hak Aksara Records sebenarnya. Makanya, ketika saya mendengar percakapan antara dua orang yang bunyinya begini;

“Band elo nggak ikutan?”

“Yah, elo liat sendiri siapa labelnya. Dan siapa aja band-band yang ikutan di sana,”

Saya tidak bisa membela siapa-siapa.

Dan sepertinya judul “Mesin Waktu: Teman-teman Menyanyikan Lagu Naif” sangat cocok. Ini adalah proyek teman-teman. “Kalau tribute kan biasanya ada jarak antara musisi yang di-tribute-kan. Kalau ini, konsepnya teman-teman yang besar sama-sama dan yang menyaksikan perjalanan naïf,” kata David Tarigan.

Ah, apapun. Saya ikut senang atas rilisnya album seperti ini. Dan ini foto dari acara peluncuran albumnya di Taman Ria Senayan, Kamis [26/4] lalu. Harusnya, acara digelar sehari sebelumnya. Tapi karena hujan lebat, acara diundur.

Saya, baru bisa datang ke sana jam setengah sebelas malam, karena sebelumnya terhambat pekerjaan. White Shoes and the Couples Company baru akan tampil ketika saya datang. Mereka memainkan dua lagu saja. Dengan tata suara yang kurang memuaskan. Berikutnya, Tika. Tidak seperti kesan yang tertanam di benak saya sebelumnya, soal kostum panggung Tika, malam itu dia berpakaian sederhana. Hanya jins, boots, dan tank top. Lebih menarik buat saya ketimbang pakaian Tika yang kadang-kadang ajaib seperti diva. Hehe.

“Tika seksi,” kata seorang penonton di depan panggung.

“Pake g string,” kata yang lainnya.

Dasar penonton. Seorang dari mereka malah coba-coba bernyanyi di lagu “Smells Like Teen Spirit”. Mungkin karena terlalu senang lagu favoritnya dinyanyikan Tika, dan merasa satu selera musik dengannya, si pengganggu berani naik panggung. Untung Tika bisa menghadapinya dengan santai. Mendorong si pengganggu seakan-akan itu bagian dari aksi panggung.

Riann Pelor menjadi MC malam itu, bersama seorang penyiar. Kurang maksimal. Pelor sepertinya lebih bagus sendirian. Atau berteman botol bir. Si partnernya mencoba mengimbangi Pelor dengan joke-joke jorok, tapi jadi terdengar aneh. Pelor mungkin bisa bagus kalau berduet dengan MC seperti Jimi Multhazam. Ini obrolan saya dengan Wenz Rawk, ketika menunggu pergantian band.

Tapi, untungnya Pelor masih bisa memberikan improvisasi ajaib. Dalam rangka berduka atas meninggalnya ayah Emil, Pelor memimpin crowd untuk mengheningkan cipta. Lengkap dengan nyanyian lagu “Mengheningkan Cipta”.

Naïf bermain tiga lagu malam itu. Berbeda dengan penampil sebelumnya, kualitas tata suara mereka jauh lebih bagus. Di tengah-tengah lagu, David meminta minuman kepada laki-laki berpakaian panitia. Diberi air mineral botol, David malah tersenyum. Rupanya dia meminta bir.

Tidak berapa lama, si panitia membawakan David gelas berisi bir yang hanya mengisi seperempat bagiannya. Saya pikir, harusnya kalau memang ini acara penghargaan buat Naif, minimal mereka dijamu dengan baik. Saya tidak suka bir. Tapi, melihat kejadian itu, saya jadi sedikit berpikir, jangan-jangan Naif kurang puas. Atau, mungkin karena proyek ini proyek teman-teman, Naif akan memaklumi kekurangannya.

Atau, jangan-jangan semangat panitia sudah terhapus hujan lebat di hari sebelumnya.

Tuesday, April 24, 2007

Ah, Indahnya...

"Soleh, kamu suka Harley Davidson Sportser ya?" tanya seorang pria kaya.



"Iya Pak, motor impian. Cuma, nggak tau kapan bisa kebelinya," jawab saya.



"Wah, kebetulan tuh, saya punya sepuluh di garasi rumah. Kalau kamu mau, ambil aja satu. Bener loh!"



"Ah, bapak suka becanda," saya tersenyum sambil berharap cemas.



"Eh, bener loh. Besok ke rumah saya aja. Pilih yang kamu suka."



"Serius Pak?"



"Bener. Dateng aja."



"Wah, terima kasih loh Pak!"



"Ah santai aja. Saya emang dari kemaren nyari orang buat nawarin
Sportser lebih saya. Tapi, nggak ada yang mau. Untung ada kamu, jadi
saya nggak harus pusing-pusing lagi nyari. Sekalian minta KTP kamu ya.
Mau saya urusin Bea Balik Nama-nya sekalian."





Ah, indahnya.....







Monday, April 09, 2007

Pure Saturday di Gang Kelinci




sesepuh indies lokal siang tadi datang ke kantor. :p

kemarin mereka manggung di acaranya indosiar. jam sembilan pagi tadi, mereka jadi bintang tamu di acaranya jimi buluk di trax fm. makanya, momen itu mereka pakai untuk sekalian mampir ke kantor kami. wawancara buat promo album repackaged-nya yang bakal dirilis dalam waktu dekat.

kantor kami sempit. tidak ada ruang tamu. sedangkan ruangan pertemuan ada di lantai atas--melelahkan untuk naik ke sana.

akhirnya, wawancara saya lakukan di ruangan arian. berdesakkan. sambil duduk. mengingatkan saya pada jaman saya mewawancarai mereka untuk kali pertamanya ketika masih di trax.

waktu itu, wawancara dilakukan di balai kota bandung. duduk di salah satu pelataran dekat tempat upacara atau semacamnya. ade tidak bisa datang.

tadi, mereka juga tidak lengkap. udhi dan arief berhalangan. tapi, ada suar dan iyo serta agus sasongko yang akan merilis album mereka.

nanti saya posting hasil wawancara dengan mereka, kalau versi cetaknya sudah terbit. perbincangan kami cukup standar. di antaranya soal proses audisi vokalis, soal pure saturday yang harusnya bisa lebih berkembang dari kondisi sekarang, hingga saran agar pure saturday memiliki dua vokalis.

"ah, maneh mah rek memprovokasi wae yeuh. di multply oge kitu pan!" kata ade kepada arian, sambil tertawa.

"difoto nya, jang dimuat di multiply," kata saya.

"maneh digaji ku multiply nya?" tanya iyo.

"eh, add urang atuh euy," kata ade.

"gua juga ya," lanjut agus.

oya, sebelum wawancara, saya teringat salah satu lagu mereka. dan benar saja. ketika didengarkan lagi, agaknya lagu ini cocok untuk pertanyaan yang ada di kepala saya berkenaan dengan kepergian iyo.


Hai kawan masihkah kita ada di jalan yang sama
Setelah sekian lama
Seperti dulu kita bersama
Menempuh banyak cara dan rintangan

Kita tak sendiri...

Tiada pernah kita lupakan
Selalu terbuka
Selalu lepas tertawa
Banyak cerita dikisahkan
Telah kita dapatkan bersama

Kita tak sendiri...

Datanglah...
Kita 'kan s'lalu terbuka
Raihlah tangan terbuka

Kita tak sendiri...
Kita tak sendiri...

Terbuka...

[Buka, Elora]

Thursday, April 05, 2007

sidang pembacaan putusan




alhamdulillah beres juga persidangan.

hampir tepat satu tahun lalu, playboy terbit. hari ini, majelis hakim memutuskan tidak menerima tuntutan jaksa penuntut umum. intinya begini, menjerat kasus erwin arnada dengan pasal 282 tidak tepat, karena seharusnya memakai undang-undang pokok pers.

dewan pers kan sudah menetapkan kalau playboy adalah produk pers. makanya, tuntutan itu tidak tepat. yah begitulah penjelasan singkatnya.

entah berapa media massa yang mengirimkan wartawannya siang tadi. yang jelas, jumlah mereka terlihat lebih banyak dibandingkan beberapa sidang terakhir. setidaknya kalau ukuran gerombolan wartawan jadi ukuran.

ini sedikit foto dari suasana siang tadi. sebenarnya lebih banyak, tapi karena malas upload, saya masukan sepuluh saja. belum lagi, arian dan hagi yang sering mengejek saya, karena di multiply saya, banyak sekali foto fpi.

selamat menikmati

Tuesday, April 03, 2007

Tutup

Saya sudah malas lagi menulis di sini. Agak repot mengurus dua blog. Jadi, kalau kamu mau membaca tulisan terbaru saya, silakan lihat di http://solehsolihun.multiply.com/.

Bukan apa-apa, saya agak kesulitan kalau ingin memuat foto-foto di situs ini. Saya mendapatkan kemudahan itu di multiply.

Nah, saya tunggu kunjungan kamu.

Laki-laki dan Patah Hati





Wahai
laki-laki, berhati-hatilah kalau kamu patah hati.






Kemarin,
saya baca puisi di salah satu multiply teman. Saya kira isinya puisi cinta,
puji-pujian terhadap kekasih. Ternyata, puisi yang cukup panjang itu puisi
patah hati. Dia ditinggalkan kekasihnya dengan alasan tidak bisa selalu ada di
sisinya, karena sibuk. Dan laki-laki lain masuk menyalip. Begitu kira-kira.






Saya
juga kaget. Padahal, mereka tampak mesra. Dan saya tidak pernah mendengar dia
mengeluh. Mereka bicara soal masa depan. Dan saya rasa mereka cocok. Ternyata
dugaan saya salah. Seperti juga dugaan teman saya.






Saya
tidak akan bicara soal itu lagi. Tapi, soal betapa kadang-kadang laki-laki suka
berbuat bodoh ketika patah hati. Puisi teman saya itu, ahem, bagaimana ya
mengatakannya, lebih cheesy dari lirik lagu pop cengeng. Ini bukan berarti saya
tidak bersimpati kepada si teman. Saya tau rasanya sakit hati. Saya juga pernah
mengalaminya. Dan karena itu, saya yakin, begitu si teman sembuh dari sakit
hati, punya pacar lagi yang lebih baik dari si mantan, dia bakal mengingat
perbuatannya itu dengan senyuman.






Seperti
juga saya mengingat perbuatan ketika patah hati dulu.






Pelampiasan
sakit hati saya tidak lewat mabuk-mabukan. Selain mencari kecengan-kecengan
baru yang secara tidak disadari punya kemiripan dengan si mantan, saya
lampiaskan kekesalan lewat coretan tembok.






Sejak
SMA, saya senang sekali mencorat-coret tembok. Vandalisme lah. Nah, di
masa-masa galau itu, saya penuhi tembok kampus dengan tulisan saya. Kutipan
lirik dari The Rolling Stones, Slank, hingga The Beatles yang saya rasa bisa
mewakili perasaan saya waktu itu, saya tulis di mana-mana. Dengan spidol hitam.
Dan tidak jarang, ukuran mereka cukup besar dan mencolok.






“Kau
akan menyesal waktu kau tau siapa diriku.”






“Biar
ku bakar sejarahmu dari otakku.”






“Please
tell me you love me. Stop driving me mad. You’re the sweetest little woman, that I
ever had.”







Bahkan,
saya gambar wajah si mantan, serta dua perempuan target saya yang baru. Di
bawah si mantan, saya tulis “you used to be my party doll. But now you say the
party is over.” Di bawah target satu, saya tulis, “I don’t know why I say
hello, you say good bye.” [karena setiap kali saya bilang ingin main ke rumah
dia, selalu menghindar, dan saya tidak pernah dikasih kesempatan ngobrol lama.
haha.] di target satu lagi, saya lupa saya nulis apa.






Saya
juga menulis nama target lain [dengan ukuran yang besar], di tembok kampus.
Karena namanya cukup unik. Seperti nama pendekar di tokoh silat. Maklum, dia
perempuan berdarah Cina dengan nama Cina. Ini membuat dia takut rupanya. Ada senior yang baru
ngajak kenalan, langsung nulis nama dia besar-besar di tembok.






Yang
paling memalukan, terjadi waktu diadakan acara musik di kampus. Salah satu
kecengan saya, menjadi vokalis. Bersama teman-teman yang sudah tua-tua juga,
saya ada di mulut panggung. Tidak ada yang berani mengganggu kami. :p Teman-teman
saya yang lain, mabuk minuman. Agaknya wajar kalau mereka mengeluarkan
kata-kata yang norak, seperti “Neng baokna meni ngambay!” [silakan tanya ke
orang yang mengerti bahasa Sunda apa artinya].






Dan
saya, ketika si kecengan bernyanyi, saya berteriak-teriak, “Geuliiiis euy!
Geulis pisaaaan!” sambil melemparkan badan saya ke belakang, ke arah kerumunan
orang-orang. Hanya bedanya, saya tidak lompat dari atas panggung. Hanya dari
mulut panggung.






Mantan
saya ada di acara itu. Menyaksikan dari barisan belakang. Bersama lelaki yang
baru dekat dengannya. Saya panas. Cemburu. Merasa seperti pecundang. Mantan
saya sudah punya orang baru, saya, kecengan pun gagal semua. Teman-teman mantan
saya, mengira saya mabuk, makanya berbuat seperti itu.






Sekarang,
kalau mengingat kejadian itu saya jadi malu sendiri. Walaupun, kalau
dipikir-pikir, banyak cowok yang begitu. Teman saya yang lain, malah menulis
lirik “Sorry, I can’t be perfect,” di kertas yang selalu disimpan di dompetnya.






“Rajin
sholat aja bisa galau begitu. Apalagi kalau dia nggak pernah sholat ya,” kata
seorang teman sambil tertawa.






Dan
sekarang, setelah bahagia, saya jadi berpikir, seharusnya tidak usah seheboh
itu juga menyikapi patah hati. Toh, belakangan malah bersyukur, karena bisa
bertemu orang yang lebih baik.




Tapi,
lebih mudah bicara daripada melakukan.






Monday, April 02, 2007

Jalur Pantura




Jeffri, sahabat saya, menikah Sabtu [31/3] kemarin di Semarang.

Saya kenal dia sejak SMA. Lulus SMA, dia tinggal selama lima tahun di rumah saya, selama kuliah. Itu sebabnya keluarga kami dekat juga. Makanya, ketika kemarin dia menikah, saya dan keluarga pergi ke Semarang. Dan melewatkan undangan resepsi pernikahan Alvin dan Uwie.

Seperti biasa, setiap ada undangan pernikahan, orangtua selalu menyindir. Alhamdulillah, setahun setengah ini saya punya pacar. Jadi, sindiran mereka tidak terlalu berpengaruh buat saya. Apalagi karena Tetta masih kuliah. Saya masih bisa dengan tenang tidak memedulikan sindiran mereka.

Kami naik mobil melewati jalur pantura. Seingat saya, ini kali pertama saya melewati jalur itu. Dan benar apa kata orang, jalur itu dipenuhi truk. Di mana-mana ada truk. Mulai Jatinangor hingga Semarang, truk menghiasi pemandangan jalur pantura.

"Mereka yang menggerakkan roda perekonomian nih," kata bapak saya.

Truk dan ocehan bapak saya mewarnai perjalanan selama kurang lebih sembilan jam itu. Maklum, bapak saya suka sekali bicara. Saya kadang suka malu kalau dia tidak henti-hentinya berbicara. Hehe. Alin yang pernah mendengarkan langsung kelincahan bapak saya bicara hanya bisa geleng-geleng kepala. :D

Kembali ke truk. Mereka jalannya pelan. Dan kurang ajarnya, sering kali mereka ada di jalur kanan. Padahal, sepanjang jalan saya lihat papan bertuliskan truk dan bus di jalur kiri, jalur kanan hanya untuk mendahului. Ini membuat kendaraan lain terhambat. Apalagi kalau sudah ada dua truk berjalan pelan di dua jalur.

Walau begitu, agaknya saya harus memuji kesabaran sopir-sopir itu. Berjalan pelan, beratus-ratus kilometer, untuk entah berapa jam. Cuma, jarang sekali truk yang keren, dengan bak terbuat dari besi. Lebih banyak truk-truk bak terbuka. Di luar negeri, kehidupan sopir truk bisa jadi film, dan gaya mereka bisa jadi inspirasi untuk fashion. Nah, saya penasaran bagaimana jadinya kalau sopir-sopir truk lokal jadi inspirasi.

Di Semarang, kami berjalan-jalan sebentar ke kota tua. Irman, teman SMA saya yang sengaja datang ke Semarang, ikut bergabung di sini. Juga OO, teman SMA saya yang beristrikan orang Semarang.

Foto-foto kota tua di sini, hasil jepretan adek saya. Sedangkan foto-foto lainnya, saya ambil dari dalam mobil di sepanjang jalur pantura. Ketika saya tidak tertidur tentunya. Maklum, yang bergantian menjadi sopir adalah bapak dan adek saya.

Saya hanya duduk menikmati perjalanan. Hehe.