Tahun Baru
Katanya, besok tahun baru.
Saya selalu bertanya-tanya. Kenapa juga orang-orang di seluruh dunia menyambut gembira datangnya tahun baru? Apakah mereka--termasuk mungkin kamu--benar-benar senang dengan bergantinya tahun? Atau, hanya ikut-ikutan meramaikan saja? Seperti banyak orang. Agaknya pertanyaan seperti, "Tahun baruan di mana?" selalu datang setiap tanggal 31 Desember. Atau, ucapan "Selamat tahun baru!", "Happy new year!" selalu keluar dari mulut orang-orang.
Tidak. Bukan berarti saya tidak suka orang-orang mengucapkan itu kepada saya. Hanya saja, dari dulu saya selalu bertanya. Kenapa juga tahun baru mesti dirayakan? Apa istimewanya sih, tahun baru? Lembaran baru? Kehidupan baru? Harapan baru? Saatnya introspeksi diri?
Kalau itu alasannya, saya punya argumen. Kenapa juga kita tidak anggap setiap hari adalah lembaran baru? Setiap hari, bagi saya adalah lembaran baru. Setiap hari, harapan baru selalu muncul. Dan saya tidak perlu menunggu satu tahun untuk introspeksi diri!
Tahun baru berarti saya harus mengganti kalender dengan yang baru. Itu saja. Selebihnya, tidak ada yang istimewa dengan saat ini. Mungkin, buat orang-orang keuangan, tahun baru berhubungan langsung dengan anggaran baru dan semacamnya yang tidak saya mengerti. Tapi, sekali lagi. Tahun baru hanyalah sebuah hari lain dalam kehidupan saya.
Lagipula, saya percaya dengan teori relativitas waktu. Jadi, buat apa merayakan tahun baru? Kalau tidak ada kesepakatan yang sama dari manusia di seluruh dunia soal waktu. Tahun baru sekarang, mungkin versi yang paling populer. Tapi, masih ada kalender lain. Kalender Islam, kalender Jawa, kalender Cina, dan entah kalender mana lagi.
Tunggu dulu. Bukan berarti saya menentang semua pesta pora itu. Bukan berarti saya tidak suka bersenang-senang. Silakan saja. Adalah hak setiap orang untuk merayakan tahun baru. Saya juga termasuk orang yang pernah merayakan tahun baru. Bersama teman-teman dekat, pernah juga bersama ribuan orang tidak dikenal di jalan raya.
Saya termasuk orang yang tidak ingin merayakan sesuatu tanpa alasan yang jelas. Selama pertanyaan itu muncul, saya tidak akan pernah bisa menyambut dengan gembira datangnya tahun baru. Seperti banyak orang yang bersenang-senang di pesta tahun baru.
Dan, sekarang saya bertanya lagi. Maaf kalau malah membuatmu bingung. Artinya, tahun baru sekarang, masih sama seperti tahun baru-tahun baru lain yang pernah saya jalani. Hanya bedanya, sekarang pertanyaan itu muncul di antara riuhnya pesta tahun baru di Ibu Kota.
Saya selalu bertanya-tanya. Kenapa juga orang-orang di seluruh dunia menyambut gembira datangnya tahun baru? Apakah mereka--termasuk mungkin kamu--benar-benar senang dengan bergantinya tahun? Atau, hanya ikut-ikutan meramaikan saja? Seperti banyak orang. Agaknya pertanyaan seperti, "Tahun baruan di mana?" selalu datang setiap tanggal 31 Desember. Atau, ucapan "Selamat tahun baru!", "Happy new year!" selalu keluar dari mulut orang-orang.
Tidak. Bukan berarti saya tidak suka orang-orang mengucapkan itu kepada saya. Hanya saja, dari dulu saya selalu bertanya. Kenapa juga tahun baru mesti dirayakan? Apa istimewanya sih, tahun baru? Lembaran baru? Kehidupan baru? Harapan baru? Saatnya introspeksi diri?
Kalau itu alasannya, saya punya argumen. Kenapa juga kita tidak anggap setiap hari adalah lembaran baru? Setiap hari, bagi saya adalah lembaran baru. Setiap hari, harapan baru selalu muncul. Dan saya tidak perlu menunggu satu tahun untuk introspeksi diri!
Tahun baru berarti saya harus mengganti kalender dengan yang baru. Itu saja. Selebihnya, tidak ada yang istimewa dengan saat ini. Mungkin, buat orang-orang keuangan, tahun baru berhubungan langsung dengan anggaran baru dan semacamnya yang tidak saya mengerti. Tapi, sekali lagi. Tahun baru hanyalah sebuah hari lain dalam kehidupan saya.
Lagipula, saya percaya dengan teori relativitas waktu. Jadi, buat apa merayakan tahun baru? Kalau tidak ada kesepakatan yang sama dari manusia di seluruh dunia soal waktu. Tahun baru sekarang, mungkin versi yang paling populer. Tapi, masih ada kalender lain. Kalender Islam, kalender Jawa, kalender Cina, dan entah kalender mana lagi.
Tunggu dulu. Bukan berarti saya menentang semua pesta pora itu. Bukan berarti saya tidak suka bersenang-senang. Silakan saja. Adalah hak setiap orang untuk merayakan tahun baru. Saya juga termasuk orang yang pernah merayakan tahun baru. Bersama teman-teman dekat, pernah juga bersama ribuan orang tidak dikenal di jalan raya.
Saya termasuk orang yang tidak ingin merayakan sesuatu tanpa alasan yang jelas. Selama pertanyaan itu muncul, saya tidak akan pernah bisa menyambut dengan gembira datangnya tahun baru. Seperti banyak orang yang bersenang-senang di pesta tahun baru.
Dan, sekarang saya bertanya lagi. Maaf kalau malah membuatmu bingung. Artinya, tahun baru sekarang, masih sama seperti tahun baru-tahun baru lain yang pernah saya jalani. Hanya bedanya, sekarang pertanyaan itu muncul di antara riuhnya pesta tahun baru di Ibu Kota.
Salam,
2 Comments:
Setuju Leh...
New year just another day, gak ada istimewa-istimewanya. Well, ada kali ya, soalnya gua juga termasuk yang menyambut dan menunggu tahun 2005 sih. Hanya saja, beda sama taun baru Islam yang menandai hijrahnya Nabi Muhammad SAW, Tahun Baru Masehi 'sekedar' menandai kembalinya bumi ke titik awal ketika mengitari matahari. Iya kan...? Eh, ato ada makna lain di balik tahun baru masehi...?
Ah,ini mah seberna masalah targeting aja. Ada orang nyusun rencana jangan pendek, semi pendek, atau panjang. Satuan waktunya pilihan sendiri-sendiri aja. Kalo elo ngerasa bisa nyusun rencana baru tiap hari sih hebat.
Kalo gue sih punya rencana ada yang gue susun harian, mingguan, bulanan, tahunan. Gue orang yang hidup dengan tujuan soalnya...
Post a Comment
<< Home