Tuesday, March 21, 2006

Satu Lekong Dua Bencong

Ini cerita Jumat [17/3] malam lalu.

Kata orang, daerah UKI rawan. Banyak penjahat. Sering terjadi tindak kejahatan. Apalagi di malam hari. Kata saya, itu overrated. Hehe. Bukan apa-apa. Saya sudah sering ada di daerah itu, malam hari. Alhamdulillah, belum pernah melihat kejadian yang sering diceritakan banyak orang.

Sekali lagi, saya ada di sana. Pukul 23.40. Saya harus naik bus kota tujuan Cibinong. "Kalau ada apa-apa, lawan aja kalau premannya sedikit mah," kata Hagi, teman saya, ketika menurunkan saya di UKI malam itu. Tapi jujur, yang saya takuti malam itu, bukan suasana UKI di malam hari. Hanya takut tidak kebagian bus. Alhamdulillah, bus masih ada.

Saya turun di Citeureup kira-kira setengah jam kemudian. Tujuan saya; Gunung Putri. Bingung ya dengan nama-nama tempatnya? Hehehe. Maaf. Ikuti saja terus cerita saya. Intinya bukan di tempat kok. Maka, dari pintu tol Citeureup, saya naik angkot.

Di sinilah kejadian menegangkan itu terjadi.

Angkot itu relatif kosong. Satu penumpang di samping sopir. Empat di belakang, termasuk saya. Dua penumpang yang duduk di pojok lah, yang membuat jantung saya terus berdebar. Waktu baru masuk ke angkot itu pun, mereka sudah menarik perhatian. Aroma parfum murahan yang menyengat hidung. Kalau diibaratkan gula, maka parfum itu adalah gula yang biasa ada di sirop murahan yang bisa membuat perut sakit. Ini mungkin yang sering disebut banyak orang sebagai minyak nyongnyong itu!

Awalnya, saya kira mereka pelacur kelas teri yang baru pulang kerja. Itu sampai saya dengar suara mereka. Cempreng, nge-bass, dan sedikit genit. Sialan! Jantung saya langsung berdebar keras. Mereka bencong!

Ketika masih ada penumpang lain, saya tidak terlalu takut. Baru ketika di angkot itu, tersisa saya dan dua bencong di kursi belakang, perasaan saya semakin tidak karuan. Deg deg. Deg deg. Deg deg. Saya penasaran sekaligus takut. Hehe. Sesekali saya curi pandang. Melihat tampang mereka.

Yang banyak bicara, berambut pirang. Kontras dengan kulitnya yang gelap. Yang satu lagi, berambut hitam. Wajahnya tidak semulus si pirang. Banyak jerawat. Keduanya memakai gaun hitam. Si pirang, malah memakai kemben.

Ya. Saya takut bencong. Apa ya istilahnya Bencong Phobia mungkin? Buat saya, mereka lebih mengerikan dari penata rambut, penata rias, bahkan preman. Oke, saya beberapa kali memang pernah melihat bencong bersama teman-teman. Di Jalan Sumatra, Veteran [kalau tidak salah], Bandung. Tapi itu, dari dalam mobil. Mereka di luar. Saya merasa aman.

Dan saya belum pernah sedekat itu dengan bencong!
Yang membuat saya takut, adalah dandanan mereka. Banci salon sih, masih berwujud laki-laki. Walaupun gaya bicara mereka seperti perempuan. Tapi bencong, itu mengerikan. Pakaiannya perempuan, wajahnya laki-laki yang dimake up. Dan suaranya, antara laki-laki dan perempuan. Semakin melengkapi ketakutan saya. Hahaha.

Sambil ketakutan, saya dengarkan obrolan mereka. Sepertinya sedang curhat soal percintaan. Ah. Bencong juga manusia. Bisa jatuh cinta. Ada yang mencintai juga. Itu yang saya pikir. Dan di sana, saya mendengar beberapa kosa kata yang membuat saya bertanya-tanya.

Baru kali ini, saya dengar bahasa Bencong digunakan dalam kalimat. Keduanya bicara dalam tiga bahasa. Indonesia, Sunda kasar dan bahasa Bencong. Jadinya, perasaan saya campur aduk. Takut, ingin cepat turun, tapi penasaran, sekaligus ingin tertawa mendengar bahasa mereka.

Damn! Saya lupa kosa kata apa saja yang saya dengar malam itu. Tadinya mau saya tulis. Tapi, saya terlalu takut. Hehe. Yang jelas, ada kalimat yang masih membekas di benak saya.
"Dia nggak mau diesong." Yang jelas, mereka senang sekali memasukkan imbuhan ong dalam kata. Lekong. Bencong. Dan ong ong yang lain yang saya dengar malam itu.

Dan mendengar obrolan mereka, akhirnya saya jadi tahu dari mana asal kata [maaf] disepong. Hehehe. Lantas, siapa pula yang memulai bahasa Bencong itu? Pasti ada seorang bencong yang bertanggungjawab atas adanya bahasa mereka. Apakah para bencong itu tahu sejarah mereka? Siapa Founding Father [or should I say, mother?] mereka?

Jangan-jangan, sudah ada Ensiklopedia Bencong Indonesia yang hanya beredar di kalangan tersendiri. Di sana, ada semua yang kamu perlu ketahui tentang bencong. Kapan dimulainya gerakan bencong turun ke jalan. Jenis-jenis pekerjaan yang cocok untuk bencong. Hingga bagaimana mengubah nama laki-laki jadi nama bencong.

Salam,

7 Comments:

Blogger AryaNst said...

Yakin belum pernah sedekat itu sama bencong? Yang waktu itu lu dikejar bencong gimana?? Huahahahaha!

March 21, 2006 12:30 AM  
Anonymous Anonymous said...

hyuuk, lekong cucok mawar kemandaaang? yey mawar polo ya neek..? duu, ngompreng doong, jajang diana ajijah..

(terjemahan bebas:
hyuuk, laki-laki ganteng mau kemana? kamu mau pulang ya..? duu, ngomong dong, jangan diam aja..)

yah, mungkin nanti saya mau bikin buku tentang itu kali yah, bencong for fools. hakhakhak..

March 21, 2006 7:51 AM  
Blogger budibadabadu said...

posting yg menarik! betul, betul... bencong jugaaa... manusiaaaa....

March 24, 2006 12:19 PM  
Anonymous Anonymous said...

Mang...udahlah cukup sekali aja diuber bencong di depan Tugu Kujang.Gak usahlah usilin bencong lagi.
Yakin gak pernah sedekat itu sama bencong??? Yang waktu depan kujang itu kan sampe loe piritin gitu, sampe loe tau kalo tuh bencong matanya picek sebelah.Udahlah mang...tobaaaat....

March 24, 2006 3:07 PM  
Anonymous Anonymous said...

hahaha lucu bangeeeet...

acit bacanya sambil ngebayangi muka kamu, leh..hehehe

March 24, 2006 9:25 PM  
Blogger Hendro said...

Leh, masih mending bencong tipada maneh: pedofilia berjiwa muda!

March 27, 2006 10:36 PM  
Blogger Soleh Solihun said...

ndro, gua bukan fedofil. hanya seorang laki2 yang menyukai perempuan lebih muda. :D

March 28, 2006 5:39 PM  

Post a Comment

<< Home