God Bless Rolling Stone Private Party!
Siapa bilang Senin tidak menyenangkan?
Senin [1/5] malam kemarin, sangat menyenangkan malah. Rolling Stone Indonesia merayakan ulang tahun pertamanya dengan menggelar private party di Hard Rock Cafe, Jakarta. Entah berapa jumlah orang yang datang malam itu. Yang jelas, Hard Rock Cafe penuh sesak. Hampir sepenuh ketika konferensi pers film bapuk digelar beberapa waktu lalu di tempat yang sama.
Lantai dasar, dipenuhi undangan yang sepertinya terdiri dari pelanggan majalah itu hingga relasi mereka. Sedangkan lantai atas, dipenuhi jurnalis, musisi serta mereka yang aktif di industri musik. Banyak sekali orang Bandung di sana. Sekali lagi, saya merasa ada di Little Bandung. Bukan sesuatu yang aneh lagi memang. Little Bandung bisa ada di mana saja. Tapi, di event musik, saya sering menemukan Little Bandung.
Ini artinya, semakin banyak orang yang bisa diajak berbahasa Sunda. Dan itu merupakan kesenangan tersendiri buat saya. Bicara bahasa Sunda di Ibukota. Hehe. Maaf. Bukan bermaksud kedaerahan.
Sudah lama saya tidak ada di acara musik. Maklum, sejak hengkang dari taman bermain saya yang lama, saya jaraaang sekali datang ke acara musik. Dan malam itu, saya merasakan kembali kesenangan itu. Yeah. Saya jadi teringat mimpi saya dulu; jadi Rock Journalist handal. :D Mimpi yang harus ditangguhkan dulu sementara waktu. Entah sampai kapan. Belum handal, eh sudah terlanjur ditangguhkan. Hehe.
Oke, kembali ke acara tadi. Saya bukan peminum alkohol, jadi fakta bahwa malam itu ada free flow, tidak berpengaruh buat saya. Walaupun, berpengaruh sekali buat banyak orang yang malam itu berkumpul terus di depan bar. Minum. Isi gelas. Minum lagi. Isi gelas lagi. Dan minum lagi. Kalau saya sih, disediakan makanan enak dan gratis sudah membuat saya senang.
Saya lupa kapan tepatnya acara itu dimulai. Sekitar pukul 20.00 mungkin. Sempat bosan juga di awal acara. Apalagi setelah perut kenyang. Lelah. Ingin duduk. Tidak ada kursi. Pegal. Bagusnya, masih banyak orang yang bisa diajak bicara.
Samsons jadi kelompok musik pembuka. Disusul Seurieus dan Padi. Disela-sela penampilan kelompok musik, MC Sarah Sechan dan Udjo Project Pop membacakan Editor's Choice Awards. "Penghargaan lucu-lucuan lah," kata Wenz Rawk, salah seorang Editor mereka. Itu semua belum terlalu menarik perhatian saya.
Hingga akhirnya, giliran God Bless jadi penutup acara. Maka kesenangan itu pun dimulai. Gerombolan yang tadinya ada di lantai atas berkumpul di depan bar, turun ke bawah. Merangsek ke mulut panggung. Dua rockers kelas B--maksudnya selebritis tanggung, yang dikenal dan dipuja banyak orang, tapi belum jadi perhatian infotainment, tidak seperti anak-anak Seurieus, Samsons, atau Padi--dengan belasan orang lainnya, penuh semangat memanggil-manggil God Bless.
"Mainin apa aja, asal jangan lagu Rumah Kita, Bang!" kata si rocker satu ketika ditanya Sarah soal lagu apa yang dia inginkan dari God Bless.
Achmad Albar, Ian Antono, Donny Fatah, Abadi Soesman dan Gilang Ramadhan awalnya dingin. Mungkin mereka pikir, crowd di Hard Rock tidak akan menyambutnya dengan antusias. Tapi, wajah mereka mulai sumringah ketika crowd menggila menyambut lagu "Kehidupan" yang jadi sajian pembuka. Well, setidaknya, sebagian dari crowd. Tangan mengangkat ke udara. Bernyanyi bersama. Berdansa. Diving. Tertawa.
Termasuk saya. Minus diving.
Sudah lama saya tidak melakukan itu di rock show. Selain karena badan sudah tidak sekuat dulu, di beberapa rock show saya lebih sering berada di depan panggung, di deretan jurnalis, bukan di antara penonton. Makanya, malam tadi benar-benar menyenangkan. Pertama, karena saya benar-benar menyukai musik God Bless. Kedua, saya ada di antara orang-orang yang saya kenal. Ketiga, waktunya tidak terlalu lama. Hanya sekitar setengah jam hingga 45 menit lah. Badan saya masih sanggup menjalaninya. :D
"Lagu berikut diciptakan Donny Fatah di tahun '77. Kalian mungkin belum lahir," kata Achmad Albar alias Iyek sambil tersenyum sebelum membawakan lagu "Syair Kehidupan".
Lagu-lagu balada rupanya digunakan Iyek untuk menarik nafas. Malam itu dia terengah-engah. Sudah tidak maksimal lagi menyanyikan nada-nada tinggi. Beberapa kali suara Iyek nyaris habis di beberapa bait terakhir begitu sampai di nada tinggi. Serak.
Hah. Rupanya dia ke-GR-an. Berpikir kalau yang di depan itu anak-anak kemarin sore yang antusias menyambut penampilan rockers usia senja. Mungkin dia pikir, lagu-lagunya masih didengarkan kids today. Tapi, biarlah Iyek dan kawan-kawan memikirkan apa saja soal malam itu. Yang jelas, semua terlihat senang. Rockers gaek itu senang. [sebagian] Crowd senang.
Dan tentunya, saya pun senang.
Senin [1/5] malam kemarin, sangat menyenangkan malah. Rolling Stone Indonesia merayakan ulang tahun pertamanya dengan menggelar private party di Hard Rock Cafe, Jakarta. Entah berapa jumlah orang yang datang malam itu. Yang jelas, Hard Rock Cafe penuh sesak. Hampir sepenuh ketika konferensi pers film bapuk digelar beberapa waktu lalu di tempat yang sama.
Lantai dasar, dipenuhi undangan yang sepertinya terdiri dari pelanggan majalah itu hingga relasi mereka. Sedangkan lantai atas, dipenuhi jurnalis, musisi serta mereka yang aktif di industri musik. Banyak sekali orang Bandung di sana. Sekali lagi, saya merasa ada di Little Bandung. Bukan sesuatu yang aneh lagi memang. Little Bandung bisa ada di mana saja. Tapi, di event musik, saya sering menemukan Little Bandung.
Ini artinya, semakin banyak orang yang bisa diajak berbahasa Sunda. Dan itu merupakan kesenangan tersendiri buat saya. Bicara bahasa Sunda di Ibukota. Hehe. Maaf. Bukan bermaksud kedaerahan.
Sudah lama saya tidak ada di acara musik. Maklum, sejak hengkang dari taman bermain saya yang lama, saya jaraaang sekali datang ke acara musik. Dan malam itu, saya merasakan kembali kesenangan itu. Yeah. Saya jadi teringat mimpi saya dulu; jadi Rock Journalist handal. :D Mimpi yang harus ditangguhkan dulu sementara waktu. Entah sampai kapan. Belum handal, eh sudah terlanjur ditangguhkan. Hehe.
Oke, kembali ke acara tadi. Saya bukan peminum alkohol, jadi fakta bahwa malam itu ada free flow, tidak berpengaruh buat saya. Walaupun, berpengaruh sekali buat banyak orang yang malam itu berkumpul terus di depan bar. Minum. Isi gelas. Minum lagi. Isi gelas lagi. Dan minum lagi. Kalau saya sih, disediakan makanan enak dan gratis sudah membuat saya senang.
Saya lupa kapan tepatnya acara itu dimulai. Sekitar pukul 20.00 mungkin. Sempat bosan juga di awal acara. Apalagi setelah perut kenyang. Lelah. Ingin duduk. Tidak ada kursi. Pegal. Bagusnya, masih banyak orang yang bisa diajak bicara.
Samsons jadi kelompok musik pembuka. Disusul Seurieus dan Padi. Disela-sela penampilan kelompok musik, MC Sarah Sechan dan Udjo Project Pop membacakan Editor's Choice Awards. "Penghargaan lucu-lucuan lah," kata Wenz Rawk, salah seorang Editor mereka. Itu semua belum terlalu menarik perhatian saya.
Hingga akhirnya, giliran God Bless jadi penutup acara. Maka kesenangan itu pun dimulai. Gerombolan yang tadinya ada di lantai atas berkumpul di depan bar, turun ke bawah. Merangsek ke mulut panggung. Dua rockers kelas B--maksudnya selebritis tanggung, yang dikenal dan dipuja banyak orang, tapi belum jadi perhatian infotainment, tidak seperti anak-anak Seurieus, Samsons, atau Padi--dengan belasan orang lainnya, penuh semangat memanggil-manggil God Bless.
"Mainin apa aja, asal jangan lagu Rumah Kita, Bang!" kata si rocker satu ketika ditanya Sarah soal lagu apa yang dia inginkan dari God Bless.
Achmad Albar, Ian Antono, Donny Fatah, Abadi Soesman dan Gilang Ramadhan awalnya dingin. Mungkin mereka pikir, crowd di Hard Rock tidak akan menyambutnya dengan antusias. Tapi, wajah mereka mulai sumringah ketika crowd menggila menyambut lagu "Kehidupan" yang jadi sajian pembuka. Well, setidaknya, sebagian dari crowd. Tangan mengangkat ke udara. Bernyanyi bersama. Berdansa. Diving. Tertawa.
Termasuk saya. Minus diving.
Sudah lama saya tidak melakukan itu di rock show. Selain karena badan sudah tidak sekuat dulu, di beberapa rock show saya lebih sering berada di depan panggung, di deretan jurnalis, bukan di antara penonton. Makanya, malam tadi benar-benar menyenangkan. Pertama, karena saya benar-benar menyukai musik God Bless. Kedua, saya ada di antara orang-orang yang saya kenal. Ketiga, waktunya tidak terlalu lama. Hanya sekitar setengah jam hingga 45 menit lah. Badan saya masih sanggup menjalaninya. :D
"Lagu berikut diciptakan Donny Fatah di tahun '77. Kalian mungkin belum lahir," kata Achmad Albar alias Iyek sambil tersenyum sebelum membawakan lagu "Syair Kehidupan".
Lagu-lagu balada rupanya digunakan Iyek untuk menarik nafas. Malam itu dia terengah-engah. Sudah tidak maksimal lagi menyanyikan nada-nada tinggi. Beberapa kali suara Iyek nyaris habis di beberapa bait terakhir begitu sampai di nada tinggi. Serak.
Hah. Rupanya dia ke-GR-an. Berpikir kalau yang di depan itu anak-anak kemarin sore yang antusias menyambut penampilan rockers usia senja. Mungkin dia pikir, lagu-lagunya masih didengarkan kids today. Tapi, biarlah Iyek dan kawan-kawan memikirkan apa saja soal malam itu. Yang jelas, semua terlihat senang. Rockers gaek itu senang. [sebagian] Crowd senang.
Dan tentunya, saya pun senang.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home