Friday, April 28, 2006

Siksa Tengku

Selasa [25/4] malam kemarin, Tengku Firmansyah menyiksa saya.

Tahu dia kan? Suami Cindy Fatikasari. Bintang sinetron. Pernah jadi penyanyi juga--berduet dengan istrinya. Dan sekarang, dia mencoba peruntungan baru. Jadi sutradara. Karya pertamanya, sebuah film berjudul "d'Girlz Begins". Nah, lewat film itulah dia menyiksa saya. Secara psikologis.

Dua jam sebelum film itu diputar di EX 21, konferensi pers digelar di Hard Rock Cafe. Banyak wartawan datang. Hard Rock Cafe penuh sesak. Saya tidak tahu motivasi mereka berdatangan ke sana. Mencari berita? Makan gratis? Jalan-jalan? Kalau saya sih, datang ke sana karena doorprize yang menarik. Satu laptop, dua ipod, tiga digital camera dan tiga flashdisk. "Siapa tahu, kali ini beruntung," begitu pikir saya.

Seperti biasa, konferensi pers ngaret. Di undangan, tertulis pk. 18.00. Tapi, acara baru dibuka sekitar pk. 20.00. Entah MC-nya bodoh, entah untuk menghemat waktu. Yang jelas, sebelum para pembicara dikenalkan ke audiens, sebelum mereka diberi kesempatan presentasi, MC langsung memberi kesempatan rekan-rekan wartawan bertanya.

Oya, saya gunakan kata "rekan-rekan wartawan", karena itu sering digunakan oleh panitia di konferensi pers.

Para pembicaranya; Tengku Firmansyah, tiga aktris baru pemeran d'Girlz, produser dan perwakilan dari Softex sebagai sponsor. Blablabla. Konferensi pers digelar selama sekitar satu jam. Plus, penampilan kelompok musik pendatang baru; Tahta.

Tapi sialan. Di akhir acara, panitia mengumumkan kalau doorprize akan diundi setelah pemutaran film. Ini artinya, saya harus ikut menonton film itu. Mau tidak mau. Demi doorprize, saya jalani semua itu.

Memang, dari awal, saya sudah mengira film ini akan buruk. Judulnya saja tidak menarik. Pemilihan font-nya juga. Dan tag line mereka; Truth, Fun-living & Commitment. Rasanya seperti membaca slogan majalah gaya hidup. Belum lagi secara tata bahasa, d'Girlz Begins, tidak benar. Jamak harusnya diikuti dengan begin, bukan begins.

Ternyata, film itu jauh lebih buruk dari perkiraan saya. Lima menit pertama saja, sudah terlihat selera humor yang buruk dari sang sutradara. Adegan di markas penculik bayi. Penculik yang menyusui bayi dengan susu dalam botol, akhirnya dikotori bajunya oleh muntahan si bayi. Ini membuat si penculik muntah. Dan muntahan si penculik, diaduk-aduk oleh beberapa orang bayi yang sedang main di lantai.

Setelah itu, Irfan Hakim yang berperan sebagai bos penculik, datang. Dengan kumis palsu yang terlihat menggelikan. Singkat cerita, para penculik itu berhasil dilumpuhkan. Adegan ini ditutup dengan aksi tim yang berpakaian menyerupai SWAT datang membantu. Padahal, para penculik sudah dilumpuhkan.

Aksi Tengku Firmansyah di film itu juga tidak kalah menggelikan. Dia berperan sebagai Sam Sunyi, pembunuh berdarah dingin. Entah berapa orang ditembak Tengku di film itu. Beberapa kali, Tengku juga terlihat memainkan pistol dengan tangannya. Ingin pamer keahlian, mungkin.

Ada satu adegan ketika Sam Sunyi hendak ditangkap polisi yang ternyata sahabatnya sejak kecil. Ketika mereka masih sama-sama jadi tukang semir sepatu . "Demi mengenang persahabatan kita, bagaimana kalau kita berduel," kata Sam Sunyi kepada si polisi yang akan menangkapnya.

Maka, mereka pun berduel. Sam kalah cepat oleh si polisi. Karena sesaat sebelum menembak, Sam batuk berdarah. Mungkin maksud Tengku ingin membuat adegan itu berakhir dramatis. Tapi, tetap saja hasilnya menggelikan. Seperti juga dengan seluruh adegan di film itu.

Yang paling menggelikan dan sangat memaksakan sih, ada di adegan ketika d'Girlz dan dua orang teman mereka pulang ke rumah dari tempat dugem, sehabis minumannya diberi obat oleh Sam Sunyi. Hanya satu orang yang masih sadar. Yang lain, menggigil, meracau, parno. Di tengah-tengah kekacauan itu, tiba-tiba salah seorang dari mereka langsung sadar.

"Eh, lu bocor tuh," katanya sambil menunjuk pantat temannya yang merah oleh darah. "Mau yang mana? Yang merah atau yang biru?" lanjutnya sambil mengangkat dua bungkus Softex.

Gila. Benar-benar siksaan. Mau kabur di tengah-tengah acara, masih terbayang hadiah-hadiah itu. Akhirnya, satu setengah jam saya disiksa. Teriakan mengolok-olok terdengar hampir sepanjang film. Tengku tidak ada di studio yang sama. Entah apa yang akan dia rasakan kalau tahu, filmnya diolok-olok banyak orang.

Saya pikir, diserang FPI sudah buruk. Ternyata, ada yang lebih menyiksa. Hehehe. Dan sialannya lagi, walaupun film itu buruk, ternyata memancing saya untuk menulis. Tapi, kalau kamu berniat melatih kesabaran, tidak ingin mudah terpancing emosi, kamu bisa mulai dengan menonton film ini. Sungguh. Emosi dan kesabaran kamu benar-benar teruji di sini. Kalau penasaran juga, silakan klik di sini.

Oya, tidak satupun dari doorprize itu jatuh ke tangan saya.

1 Comments:

Blogger thomassilvano said...

salam kenal kang soleh, hehehe saya baru nemu niy blognya, "celoteh-celoteh"nya menyenangkan untuk dibaca, salah satunya yg ini niy, hehehehehehe...terbayang-bayang siksaan yang dirasain, beruntung sekali gw gak disitu :)hahahaha

April 20, 2012 4:27 PM  

Post a Comment

<< Home