Bertanya, Bertanya, Selalu Bertanya
"Belajar dong, kan mau UMPTN!"
Kata orang tua saya kepada saya ketika kelas 3 SMA. Dan luluslah saya. Masuk ke perguruan tinggi negeri. Memasuki tahun ke-5, muncul pertanyaan lagi. "Kapan lulus?". Itu baru terjawab dua tahun kemudian.
Bagusnya, saya langsung kerja. Jadi, pertanyaan kapan cari kerja, bisa terlewati. Itu pun sebenarnya belum selesai. Karena pertanyaan, "Nggak mau ngelamar ke kantor yang lain?" kadang-kadang masih muncul.
Ini yang gawat. Pertanyaan ini belakangan muncul. "Si ini udah kawin. Si itu udah kawin juga. Kapan kamu?" D*zig! Awalnya, hanya implisit saja. Bertanya itu kepada teman saya yang main ke rumah. Tapi, sekarang sudah mulai langsung ke sasaran.
Gawat. Gawat. Pertanyaan itu sepertinya tidak pernah berakhir.
Kemapanan sepertinya jadi harapan banyak orang tua. Teman saya, beberapa hari lalu, curhat. "Leh, urang mabok wae yeuh!" katanya sambil mabuk. Alasannya, orang tua pacarnya sudah mulai bertanya, kapan dia akan dapat kerja. Dan pekerjaan yang diharapkan orang tua pacar teman saya itu, yang kantoran. Yang ada tunjangannya. Yang seperti itulah. Kamu tau maksud saya.
Saya tau rasanya ditanya seperti itu. Di pertengahan dan akhir 20-an sepertinya, harapan orang tua lebih besar lagi kepada kita dibanding masih remaja. Dan kadang-kadang, mereka tidak lantas mengerti apa yang kita rasakan.
Bukannya saya atau teman saya tidak memikirkan itu. Cuma, kadang-kadang itu malah membuat kita tertekan. Teman saya, yang mengaku skinhead sejati pun, harus tunduk dengan kenyataan bahwa orang tua pacarnya menginginkan dia mencari pekerjaan sesungguhnya. Bukan bisnis clothing atau karir di musik, yang sedang dijalaninya.
"Skinhead sampai mati, ya? Tetep lah, kalah sama omongan orang tua pacar mah," kata saya kepada teman saya itu. Dan dia pun hanya tertawa. Pahit. Dan ujung-ujungnya, minta dikasih info soal lowongan pekerjaan.
Saya yakin, pertanyaan itu pun tidak akan berakhir kalaupun saya akhirnya menikah. Ataupun, kalau akhirnya teman saya dapat pekerjaan dan menikah dengan pacarnya. Saya tau itu sekarang. Kita tidak akan pernah berhenti ditanya. Bahkan, sampai di liang kubur pun, saya yakin kita masih akan ditanya. "Man robbuka!"
Salam,
Kata orang tua saya kepada saya ketika kelas 3 SMA. Dan luluslah saya. Masuk ke perguruan tinggi negeri. Memasuki tahun ke-5, muncul pertanyaan lagi. "Kapan lulus?". Itu baru terjawab dua tahun kemudian.
Bagusnya, saya langsung kerja. Jadi, pertanyaan kapan cari kerja, bisa terlewati. Itu pun sebenarnya belum selesai. Karena pertanyaan, "Nggak mau ngelamar ke kantor yang lain?" kadang-kadang masih muncul.
Ini yang gawat. Pertanyaan ini belakangan muncul. "Si ini udah kawin. Si itu udah kawin juga. Kapan kamu?" D*zig! Awalnya, hanya implisit saja. Bertanya itu kepada teman saya yang main ke rumah. Tapi, sekarang sudah mulai langsung ke sasaran.
Gawat. Gawat. Pertanyaan itu sepertinya tidak pernah berakhir.
Kemapanan sepertinya jadi harapan banyak orang tua. Teman saya, beberapa hari lalu, curhat. "Leh, urang mabok wae yeuh!" katanya sambil mabuk. Alasannya, orang tua pacarnya sudah mulai bertanya, kapan dia akan dapat kerja. Dan pekerjaan yang diharapkan orang tua pacar teman saya itu, yang kantoran. Yang ada tunjangannya. Yang seperti itulah. Kamu tau maksud saya.
Saya tau rasanya ditanya seperti itu. Di pertengahan dan akhir 20-an sepertinya, harapan orang tua lebih besar lagi kepada kita dibanding masih remaja. Dan kadang-kadang, mereka tidak lantas mengerti apa yang kita rasakan.
Bukannya saya atau teman saya tidak memikirkan itu. Cuma, kadang-kadang itu malah membuat kita tertekan. Teman saya, yang mengaku skinhead sejati pun, harus tunduk dengan kenyataan bahwa orang tua pacarnya menginginkan dia mencari pekerjaan sesungguhnya. Bukan bisnis clothing atau karir di musik, yang sedang dijalaninya.
"Skinhead sampai mati, ya? Tetep lah, kalah sama omongan orang tua pacar mah," kata saya kepada teman saya itu. Dan dia pun hanya tertawa. Pahit. Dan ujung-ujungnya, minta dikasih info soal lowongan pekerjaan.
Saya yakin, pertanyaan itu pun tidak akan berakhir kalaupun saya akhirnya menikah. Ataupun, kalau akhirnya teman saya dapat pekerjaan dan menikah dengan pacarnya. Saya tau itu sekarang. Kita tidak akan pernah berhenti ditanya. Bahkan, sampai di liang kubur pun, saya yakin kita masih akan ditanya. "Man robbuka!"
Salam,
2 Comments:
Because you can not not communicate, then they can not not keep asking, leh. That's the balance of life i suppose. Memang ironis, tapi ya begitulah adanya...
it was an inspiring thought...
hidup memang cuma soal bertanya dan menjawab dengan merasa, bergerak dan menjelma, bukan begitu teman?
Post a Comment
<< Home