Easy Come Easy Go
18 April 2005, saya siaran untuk pertama kalinya.
Semuanya datang tiba-tiba. Dari mulai tawaran, hingga akhirnya diterimanya saya di radio itu. Seperti rejeki durian runtuh. Padahal, bukan persoalan mudah buat orang lain, bisa siaran. Tentu saja, itu membuat saya bingung [kok bisa ya?] bangga [wah, berarti saya punya potensi!], dan takut [tidak bisa memenuhi ekspektasi orang].
Sudah lebih satu bulan saya siaran. Belum terdengar baik di udara, memang. Tapi, titik nyaman sudah mulai saya masuki. Nyaman bangun pagi. Nyaman di kantor baru. Nyaman dengan teman-teman baru. Nyaman dengan pekerjaan baru. Nyaman di rumah baru.
Tapi, itu semua harus saya lepaskan. Karena bos besar di majalah, rupanya tidak mengijinkan. Padahal, dulu tidak ada masalah. Entah kenapa, tiba-tiba dia tidak suka dengan pekerjaan sampingan saya. Dan dia ingin saya mundur. Ya sudah. Saya penuhi. Berarti, hingga 18 Juli 2005 nanti [masa kontrak percobaan], saya masih punya sekitar satu setengah bulan lagi, menikmati ini.
Saya tidak ingin punya pikiran buruk apa-apa. Yang jelas, ketika saya baru saja memandang ke depan. Memikirkan langkah-langkah agar saya bisa memuaskan banyak orang di radio, saya harus menerima kenyataan, kalau langkah saya tidak boleh diteruskan.
Walaupun saya juga kadang tidak yakin, bisa lolos dari masa percobaan, tetap saja saya merasa tidak enak dengan teman-teman di radio. Yang sudah bekerja keras, mencoba membuat saya jadi baik di udara. Tapi, bagaimana lagi? Saya juga harus memikirkan agar majalah saya tidak dicap buruk oleh bos besar. Sad but true.
Tentu saja, saya harus memilih pekerjaan yang pertama. Karena, sebagai rock journalist saja, saya belum mantap. Hahaha. Saya harus selesaikan dulu ini. Biarlah karir satu lagi, saya tunda dulu. Toh, kalau memang rejeki, tidak akan ke mana. Semua ada hikmahnya. Saya yakin itu. Dan mudah-mudahan saja, perjalanan saya tidak berhenti sampai di sini saja.
Seperti kata saya di atas, mudah datang, ternyata mudah pergi.
Semuanya datang tiba-tiba. Dari mulai tawaran, hingga akhirnya diterimanya saya di radio itu. Seperti rejeki durian runtuh. Padahal, bukan persoalan mudah buat orang lain, bisa siaran. Tentu saja, itu membuat saya bingung [kok bisa ya?] bangga [wah, berarti saya punya potensi!], dan takut [tidak bisa memenuhi ekspektasi orang].
Sudah lebih satu bulan saya siaran. Belum terdengar baik di udara, memang. Tapi, titik nyaman sudah mulai saya masuki. Nyaman bangun pagi. Nyaman di kantor baru. Nyaman dengan teman-teman baru. Nyaman dengan pekerjaan baru. Nyaman di rumah baru.
Tapi, itu semua harus saya lepaskan. Karena bos besar di majalah, rupanya tidak mengijinkan. Padahal, dulu tidak ada masalah. Entah kenapa, tiba-tiba dia tidak suka dengan pekerjaan sampingan saya. Dan dia ingin saya mundur. Ya sudah. Saya penuhi. Berarti, hingga 18 Juli 2005 nanti [masa kontrak percobaan], saya masih punya sekitar satu setengah bulan lagi, menikmati ini.
Saya tidak ingin punya pikiran buruk apa-apa. Yang jelas, ketika saya baru saja memandang ke depan. Memikirkan langkah-langkah agar saya bisa memuaskan banyak orang di radio, saya harus menerima kenyataan, kalau langkah saya tidak boleh diteruskan.
Walaupun saya juga kadang tidak yakin, bisa lolos dari masa percobaan, tetap saja saya merasa tidak enak dengan teman-teman di radio. Yang sudah bekerja keras, mencoba membuat saya jadi baik di udara. Tapi, bagaimana lagi? Saya juga harus memikirkan agar majalah saya tidak dicap buruk oleh bos besar. Sad but true.
Tentu saja, saya harus memilih pekerjaan yang pertama. Karena, sebagai rock journalist saja, saya belum mantap. Hahaha. Saya harus selesaikan dulu ini. Biarlah karir satu lagi, saya tunda dulu. Toh, kalau memang rejeki, tidak akan ke mana. Semua ada hikmahnya. Saya yakin itu. Dan mudah-mudahan saja, perjalanan saya tidak berhenti sampai di sini saja.
Seperti kata saya di atas, mudah datang, ternyata mudah pergi.
5 Comments:
saya sudah 27th. cita-cita saya terdekat mau mengkredit motor. Untuk penopang pekerjaan saya sebagai traveller di Tasikmalaya. Doakeun Leh supaya lancar. Amin
saya mau nangis bacanya... uhuhuh... karena gue tahu apa rasanya berada di titik nyaman ketika elo siaran. it's a fun job, and when you get there, you tend to keep up with yourself to get better and better and better each day. Tapi ingat leh, ada 2 orang yang profesinya seperti ini, satu lagi adalah gue... agak deg-degan juga sih sebetulnya, apakah gue akan mengalami hal yang sama atau tidak... sumpah deg-degan...
Yahh..gue kan belom denger lo siaran A'...tapi gue yakin suara dan gaya siaran lo oke deh..kalo phone gue aja suara lo udah bikin gue dege2an..hauhauhauaa
Turut berduka cita atas meninggalnya karir Anda. Mudah-mudahan amalnya diterima di sisi-Nya. Amen...Jangan tangisi duka itu Leh...ingat...mati satu tumbuh seribu atau "mas, selama ini aku menganggapmu kakak."
oh no! so sorry to hear that, Leh! padahal kalo gw lagi di jkt gw sempatkan buat dengerin ocehan lo... apalagi kalo pagi2 gw harus balik ke bdg, jadi ada suara familiar yg nemenin gw nyetir... tapi kita harus optimis, maybe not now. someday, perhaps?
Post a Comment
<< Home