Yang Bikin Kesal Sewaktu Naek Angkot
Ini keluhan seorang cheap bastard tidak tahu diri, ingin murah meriah tapi banyak maunya. Hehe.
1. Penumpang yang duduk di pintu masuk--di kursi ekstra, yang menghadap ke belakang serta di kursi paling pinggir--tapi tidak mau turun dulu dari angkot waktu ada orang yang turun. Padahal, kalau dia mau turun sebentar akan sangat membantu orang yang turun.
2. Angkot kosong, tapi ada penumpang yang duduk di pintu masuk dan tidak mau menggeser ke dalam padahal dia mengganggu orang yang mau naik angkot.
3. Penumpang yang duduknya miring, sehingga membuat kursi lebih sempit. Apalagi kalau yang duduk itu pake rok mini. Jadi, dia tidak akan duduk lurus. Kalau pake rok, terus tahu resikonya bakal terlihat orang banyak di angkot, ya mendingan jangan naek angkot atuh!
4. Penumpang yang selalu menutup hidungnya dengan sapu tangan atau tissue. Padahal dia tidak sedang pilek. Tapi sepanjang perjalanan terus menutup hidung, seperti yang tidak ingin ada di sana. Seperti yang hina. Kalau begini kan, kadang-kadang suka berpikir, apa badan saya yang bau ya? Hahaha.
5. Laju angkot yang super ekstrem. Antara lambat sekali atau ngebut sekali. Apalagi angkot S01 Blok M -- Pondok Labu dan teman-temannya, S11 dan D02. Kalau sedang pelan, mereka akan melaju seperti laju perahu di anjungan Istana Boneka. Tapi kalau ngebut, bisa bikin jantung berdebar keras. Dan yang lebih menyebalkan lagi, kalau mereka berhenti di setiap gang. Setiap ada orang jalan kaki, mereka tunggu. Dikiranya, orang-orang itu bakal naek angkot mereka! Bah. Kegeeran! :p
6. Sedang enak-enak duduk di kursi depan, tiba-tiba ada penumpang baru yang juga duduk di kursi depan. Kalau di kursi belakang sudah tidak ada tempat lagi sih bolehlah. Tapi, kalau di kursi belakang masih ada, terus orang itu malah duduk di kursi depan juga, itu sih sangat menyebalkan.
7. Angkot yang lampu dalamnya berwarna biru. Seperti mobil-mobil gaul itu loh. Begitu duduk di dalam, lampu biru itu biasanya malah bikin pusing. Apalagi kalau sopir angkotnya memutar house music jedang jedung. Ini pernah saya alami di angkot S11 Lebak Bulus -- Pasar Minggu.
Ah sudahlah. Kalau mau enak mah, memang mendingan naek taksi. Tapi, karena pada dasarnya saya seorang cheap bastard, selama masih bisa naek angkot, saya pilih angkot. Hehe. Walaupun memang, ada uang ada gaya.
2. Angkot kosong, tapi ada penumpang yang duduk di pintu masuk dan tidak mau menggeser ke dalam padahal dia mengganggu orang yang mau naik angkot.
3. Penumpang yang duduknya miring, sehingga membuat kursi lebih sempit. Apalagi kalau yang duduk itu pake rok mini. Jadi, dia tidak akan duduk lurus. Kalau pake rok, terus tahu resikonya bakal terlihat orang banyak di angkot, ya mendingan jangan naek angkot atuh!
4. Penumpang yang selalu menutup hidungnya dengan sapu tangan atau tissue. Padahal dia tidak sedang pilek. Tapi sepanjang perjalanan terus menutup hidung, seperti yang tidak ingin ada di sana. Seperti yang hina. Kalau begini kan, kadang-kadang suka berpikir, apa badan saya yang bau ya? Hahaha.
5. Laju angkot yang super ekstrem. Antara lambat sekali atau ngebut sekali. Apalagi angkot S01 Blok M -- Pondok Labu dan teman-temannya, S11 dan D02. Kalau sedang pelan, mereka akan melaju seperti laju perahu di anjungan Istana Boneka. Tapi kalau ngebut, bisa bikin jantung berdebar keras. Dan yang lebih menyebalkan lagi, kalau mereka berhenti di setiap gang. Setiap ada orang jalan kaki, mereka tunggu. Dikiranya, orang-orang itu bakal naek angkot mereka! Bah. Kegeeran! :p
6. Sedang enak-enak duduk di kursi depan, tiba-tiba ada penumpang baru yang juga duduk di kursi depan. Kalau di kursi belakang sudah tidak ada tempat lagi sih bolehlah. Tapi, kalau di kursi belakang masih ada, terus orang itu malah duduk di kursi depan juga, itu sih sangat menyebalkan.
7. Angkot yang lampu dalamnya berwarna biru. Seperti mobil-mobil gaul itu loh. Begitu duduk di dalam, lampu biru itu biasanya malah bikin pusing. Apalagi kalau sopir angkotnya memutar house music jedang jedung. Ini pernah saya alami di angkot S11 Lebak Bulus -- Pasar Minggu.
Ah sudahlah. Kalau mau enak mah, memang mendingan naek taksi. Tapi, karena pada dasarnya saya seorang cheap bastard, selama masih bisa naek angkot, saya pilih angkot. Hehe. Walaupun memang, ada uang ada gaya.
3 Comments:
Jangan naik taxi yang lagi mangkal / stop di pojok bangunan / pinggir jalan. Kemungkinan besar taxi seperti itu sudah di modifikasi argo nya. Kalo mau naik taxi, sebaiknya pilih taxi yang sedang on the way / berjalan di jalanan, bukan yang lagi berhenti gitu. Lebih bagus lagi (walau lebih mahal), panggil pake telp.
Baru kejadian di saya sendiri. Pergi dari Tebet ke Majestik pake BlueBird, plus macet dan hujan, cuma Rp 27.000. Pulang pake taxi JAKARTA METRO warna putih, dengan rute sama, habis Rp 33.000.
Ciri ciri taxi itu :
a. mangkal di parkiran toko busana/kain di pintu belakang pasar Majestik (Keb Lama), dekat gerbang keluar bayar tiket parkir pasar Majestik
b. ia bukannya keliling pake mobilnya di jalanan, tapi demi hemat BBM, lebih suka mangkal dan sibuk menawar nawarkan jasanya
c. taxi nya jelek, bau, tidak terawat
d. gaya setir nya juga sembarangan, beberapa kali hampir menabrak obyek di depannya
e. yang tentu saja, argo nya gila gilaan
Hehehe dasar cheap bastard !! tapi emang kenyataannya kayak gitu tuh.. biasanya juga mereka (sopir) menaikkan ongkos kalo tau yg naik itu orang baru. beuh !
memang bener banget ini kisah nyata karna saya juga ngalamin..hahaha... lope yu pull a soleh solihun. di tunggu perform nya di stand uo comedy show!
Post a Comment
<< Home