Nona Sari di Bawah Cahaya Gemerlap
Judul begitu, saya pakai karena sebagian besar foto ini adalah foto Nona Sari.
Selasa [11/12] malam kemarin, White Shoes & The Couples Company mengadakan konser “Senandung Masa Muda” di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail [PPHUI], Kuningan.
Saya tahu soal konser itu, sehari sebelumnya. Makanya, agak heran juga ketika ternyata undangannya, walaupun gratis tapi terbatas. Entah dari mana saja orang-orang yang datang bisa dapat undangan. Untung, Indra Ameng, manajer WSATCC berbaik hati mau memberi saya dan Arian undangan sehari sebelumnya.
Dan rupanya, orang-orang seperti saya dan Arian, yang masuk tanpa tiket undangan resmi, yang membuat venue penuh. Hehe. Akhirnya, banyak orang yang tak kebagian kursi, dan harus duduk di anak tangga di antara deretan kursi.
Ini kali pertama saya menyaksikan konser di dalam ruangan yang biasanya lebih banyak dipakai untuk acara pemutaran film. Menyenangkan. Dan memang cocok untuk musik WSATCC.
Sayang, acaranya tidak berjalan sesuai jadwal. Seharusnya, acara dimulai jam setengah delapan malam. Malah, sebelumnya saya dengar acara dimulai jam setengah tujuh malam. Tapi, baru jam delapan malam acara dimulai.
Saya tak tahu, ide siapa untuk membuka konser itu dengan pemutaran film dokumenter. Entah karena si pengelola tempat yang memintanya. Entah karena dari pihak WSATCC yang ingin memutar film dokumenter itu lantas memilih PPHUI sebagai tempat supaya sesuai dengan film yang diputar.
Gawat. Kalau ini dibuat untuk media massa, maka tulisan ini akan sangat kurang sekali dengan data.
Film dokumenter yang diputar adalah film “Misbach: Di Balik Cahaya Gemerlap.” Durasi malam itu, 35 menit. Belakangan saya baru tahu kalau durasi asli film itu lebih panjang. Itu sebabnya, ketika film itu diputar malam itu, seperti yang kurang fokus.
Jadinya tak jelas, antara ingin menampilkan profil Misbach Yusa Biran, atau ingin bercerita soal tak bagusnya dokumentasi film di Indonesia.
Tapi, untuk orang awam film seperti saya, film yang jadinya tak fokus itu cukup memberi informasi. Ternyata, ayah Sukma Ayu dan suami Nani Wijaya itu punya peranan penting dalam perjalanan film Indonesia. Dan cuplikan-cuplikan film lamanya, cukup bisa memberikan penyegaran. Juga sedikit membangkitkan keingintahuan akan film-film lama. Seharusnya, teve lokal kita bisa memutar film-film lama itu. Jangan cuma diputar di event-event yang relatif lebih susah dijangkau orang awam.
Usai pemutaran film, acara diistirahatkan setengah jam. Untuk menyiapkan alat-alat di panggung. Padahal, ini bisa dilakukan sebelum pemutaran film. Dan saya rasa, penonton pun tak akan keberatan langsung melihat penampilan WSATCC. Ketimbang harus menunggu lagi setengah jam.
***
Cuplikan-cuplikan film lama juga masih diputar di antara perpindahan lagu dalam penampilan White Shoes. Artis perempuan yang bernyanyi di film-film lama itu, gayanya memang mengingatkan pada gaya bernyanyi Nona Sari. Sayang, mereka kurang menggarap acara itu sehingga cuplikan-cuplikan film itu jadinya tak lebih dari sekadar tempelan. Beberapa bagian sih, ada yang memang terlihat ingin dihubungkan dengan adegan film lama itu.
Seperti ketika Nona Sari memakai pakaian ala pramugari zaman dulu, misalnya. Sebelumnya, cuplikan “Asrama Dara” diputar. Adegan antara [sepertinya] seorang pilot dan pramugari. Pilot cunihin itu selalu merayu si pramugari sepanjang jalan dari kediaman si pramugari hingga bandara Kemayoran.
Tapi, kekurangan-kekurangan kecil itu masih bisa dimaafkan. Tak mengurangi daya tarik konser. Apalagi mereka tampil dengan string dan horn section. Dan selain musiknya, kostum Nona Sari membuat konser itu jadi lebih menarik.
Sari jadi sorotan malam itu. Dia berusaha melucu, walaupun-kadang-garing-tapi-dimaafkan-karena-itu-Nona-Sari-yang-berbicara.
Malam itu, Sari menari-nari. Sari melenggak-lenggok. Sari meniru gaya bicara Cinta Laura. Dan Sari mengungkapkan rasa harunya.
Dan tentu saja, akhirnya saya lebih banyak mengambil gambar Sari. Bisa jadi karena kursi saya yang ada tepat di depan Sari. Atau karena Sari mencuri perhatian saya sekali lagi.
15 Comments:
lucu yah yg pake topi puma(pura2x macan) coklat ituh...hehehe
ternyata diatas gue itu duduk iwan malam, dan di atas iwan malam itu si harlan...
jadi kayak 'alumnus' c'mon lennon duduk jejer ke atas hahaha
dan di kursinya arian itu nomer 13 hehehe(di foto ini di kursinya syarin, abis itu dia pindah...pas deh...arian13 duduk di kursi nomer 13!)
waaaaaaaah nampak seru yah yang d JKt!!
Eh ada AchonK juga
nih gan, akhirnya foto lo di upload juga ama soleh. hehe..
Di antara lagu-lagu di EP Skenario Masa Muda ada tiga cuplikan dialog film yang diperagakan ulang oleh anak-anak WS&TCC, jadi gue rasa maksud di balik pemutaran adegan film-film lama itu adalah untuk menunjukkan versi asli dari dialog-dialog tersebut. Lumayan sebagai pencerahan, apalagi bagi orang-orang seperti gue yang punya pengetahuan nol tentang sejarah perfilman Indonesia.
kenapa dia melihat kearah lain ya leh?
thanks anyway buat fotonya. gue masukin ke fesbuk ahh..
Mungkin dia ingin tetap anonymous. ;p
yang depan ekspresi serem nya meyakinkan, tapi yang dibelakang nya...lebih mirip ekspresi mupeng
oh ini pelajaran yang amat sangat bagus malahan.
seharusnya orang pemerintah nonton, biar pada inget supaya gak lupa sama sejarah bangsa sendiri.
"jasmerah" kalo kata bung karno.
iya soalnya hari itu pacarnya ga dibawa. x)
mupeng dengan penampilan white shoes tentunya! kekekekek
huahahahaha..sialan!!!
*sialan kan dah sama sisusi
*kriuk kriuk kriuk* :|
Wah..wah.. Terimakasih atas kedatangannya di konser kami Bung Soleh , judulnya boleh juga.. hehehe... fotonya juga oke punya... mau dong buat arsip dokumentasinya White Shoes Bung Soleh, boleh nggak?...
sama2 sar. terima kasih juga atas konsernya. silakan ambil saja foto2nya.
amit2 deh masnyaa..cup!
Post a Comment
<< Home