Wednesday, May 31, 2006

Mempertanyakan Ketulusan

Indonesia berduka [lagi].

Rasanya Aceh saja belum benar-benar pulih setelah bencana Tsunami. Lantas, ada Merapi. Beberapa hari lalu, ada gempa di Jogja. Dan beberapa menit lalu, saya dengar, ada gempa juga di Papua dan Sumatera Barat.

Dan seperti biasa. Pengumpulan dana ada di mana-mana. Di jalan raya--bersaing dengan para pengemis dan peminta sumbangan pembangunan masjid, di kampus-kampus, di televisi, di koran, hingga di event-event yang digelar kemudian.

Pejabat melakukan kunjungan. Selebritis pun ikut-ikutan.

Mereka yang berduit lebih, mengucapkan belasungkawanya di televisi. Departemen ini lah. Departemen itu lah. Pokoknya, orang-orang harus tau, kalau Departemen atau Lembaga itu ikut berduka.

Ini yang kadang suka mengganggu saya. Kenapa juga kalau memberi bantuan, si pemberi sepertinya ingin selalu memastikan orang lain tau perbuatannya? Tadi pagi saya nonton infotainment. Ada tayangan soal pembacaan doa bersama artis dan ustadz. Di depan mesjid tempat doa itu digelar, ada spanduk bertuliskan acara itu. Plus, siapa saja publik figur yang ikut kegiatan itu.

Kampanye Public Relations kah? Entahlah.

Ini sebenarnya mirip dengan kalau kita datang ke resepsi pernikahan. Kenapa juga amplop berisi uang yang kita berikan untuk si empunya hajat, harus dituliskan nama kita? Saya sih tidak pernah menuliskan nama saya di amplop. Ini salah satu cara menjaga ketulusan. Dan juga salah satu cara aman kalau memang jumlah uang yang saya masukan di amplop tidak terlalu besar. Hehe.

Sudah ah. Terlepas dari tulus/tidaknya bantuan yang dikumpulkan, saya doakan semoga semua bantuan bisa tersalurkan dengan baik dan benar. Dan semoga saja cobaan ini tidak berkepanjangan.

Amin.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home