Tuesday, June 13, 2006

Serigala Mencari Kata

Saya sedang ikut pelatihan jurnalisme sastrawi yang diadakan Yayasan Pantau, mulai Senin [12/6] kemarin. Nah, setiap beres pertemuan, peserta diberi tugas yang akan dibacakan di depan kelas di pertemuan berikutnya. Tugas pertama, menuliskan kembali obrolan dengan teman, narasumber, atau pacar. Topiknya bisa apa saja.

Jadi grogi nih. Soalnya tulisannya besok bakal dikritik orang lain. Saya takut tulisan saya tidak cukup bagus. Belum pernah soalnya, dievaluasi langsung di depan kelas. Waktu kuliah sih ada yang seperti ini. Tulisan dikritisi dosen. Tapi, itu statusnya mahasiswa. Masih mewakili individu. Besok berbeda. Ada gengsi majalah yang ikut dipertaruhkan. Hehe.

Oya, ini tulisan yang akan saya kumpulkan besok. Hasil mengobrol dengan Arian. Harusnya sih, direkam. Tapi, kalau bilang begitu, takut tidak keluar semua. Baru beberapa menit yang lalu, saya beri tau Arian soal ini.

Serigala Mencari Kata
Oleh Soleh Solihun

Tattoo, Levi’s belel, kaos hitam, kaca mata, sepatu Vans Old School, musik rock. Tidak banyak lelaki usia 30-an dengan ciri-ciri seperti itu. Arian Arifin salah satunya. Pekerjaan tetapnya; Deputy Editor Playboy Indonesia. Pekerjaan sampingannya; musisi. Nama Arian memang belum dikenal banyak orang. Tidak setenar Kaka Slank atau Ariel Peterpan. Seorang temannya, menyebut dia selebritis tanggung.

Tahun ’92 di Bandung, seorang teman bernama Robin Malau mengajak dia bergabung di band metal bernama Puppen—diambil dari kata tai. Posisi vokalis yang semula akan diisi Robin akhirnya diserahkan pada Arian yang belakangan memakai nama Arian13. Puppen merilis 1 album dan 2 mini album. Salah satu pelopor dalam gerakan musik independen di Indonesia. Setelah sepuluh tahun berkarir, Puppen bubar. Mantan drummernya, kini laris sebagai penyanyi yang digilai banyak perempuan: Marcel.

Arian lantas membentuk Seringai, yang merilis mini album pada tahun 2004 di bawah Parau Records. Hanya terjual 10 ribu kopi memang. Tapi, Seringai ikut meramaikan banyak panggung pentas seni SMA-SMA di Jakarta dan Bandung. Meraih banyak penggemar remaja. Bukan remaja tipe penggemar Marcel. “Kalau bisa nyanyi sih, gua juga udah bikin musik kayak Marcel kali,” ujarnya sambil tertawa.

Siang itu, di meja kerjanya, Arian terlihat serius. Matanya menatap monitor komputer. Dia dikejar deadline. Bukan dari pekerjaan tetapnya. Seringai sedang mempersiapkan album perdana. Sudah dua bulan mereka masuk studio. Sekarang tinggal take vokal. Sembilan lagu sudah rampung. Tiga lagi belum ada lirik. Itu tugas dia. “Anak-anak sih, pada nggak bisa bikin lirik. Jadi, semuanya harus gua. Waktu di Puppen juga begitu. Lirik selalu gua yang bikin. Emang yang lain nyumbang tema, tapi tetep yang bikin lirik gua. Kalau mood-nya lagi bagus sih, sehari bisa bikin tiga lagu. Nggak tau kenapa, sekarang lagi mentok,” katanya.

Matanya masih pada monitor yang menampilkan program iTunes. Musik tanpa vokal dari upcoming album Seringai diputar dalam volume tinggi. Tiga lagu yang belum rampung itu, diberi judul sementara “Something dengan Citra”, “Something dengan Kekerasan Domestik” dan “Standar Ganda”. Sejauh ini, dia dan teman-temannya cukup puas dengan karya mereka. “Waktu di studio, terus ngedengerin lagu yang udah beres, anak-anak pada ngomong, ‘Anjing! Kita emang keren ya!’ Hahaha. Gua penasaran, band lain begitu juga nggak ya? Belagu,” kata dia, mengenang salah satu momen di studio.

Seringai memainkan musik yang mereka sebut rock oktan tinggi, crossover antara rock dan metal. Itu jadi judul mini album mereka, “High Octane Rock”. Untuk album perdana nanti, rencananya diberi judul “Serigala Militia”. “Gua sih sebenernya kurang setuju. Pengin yang lebih keren aja. Tapi, kalah suara sama anak-anak. Nggak tau ya, gua sih udah bosen sama kata itu. Mungkin karena gua yang bikin. Jadi udah lama denger kata itu. Emang sih, itu lebih catchy. Cukup menjual. Aing yeuh [Gua nih] Serigala Militia! Gua sih penginnya, judul yang bisa bikin orang mikir. Kayak misalnya, ‘Amplifier, Amplifier!’ Itu kan bakal bikin orang bilang, apa sih?”

Arian memang terobsesi dengan serigala. Cover CD Seringai, tengkorak serigala. Nama Serigala dia gunakan untuk account Friendster, My Space, dan email. Foto serigala juga dia tampilkan di profil Yahoo Messenger-nya. Dan Serigala Militia, adalah nama yang dia pilih untuk memanggil mereka yang menyukai musik Seringai. “Gua suka dengan estetika serigala. Evil. Serigala kan suka berkelompok. Wolf pack. Keren aja. Brrrrrrjjzjzl. [menirukan suara gerombolan serigala yang berlarian]. Bukan persoalan jantan atau tidak jantan. Terus, kalau diketik kata ‘Seringai’ di google, selain Seringai sebagai nama band, yang paling sering muncul kalimat ‘seringai sang serigala’. Identik dengan evil. Sesuatu yang menakutkan. Cocok aja buat imej band.”

Dia masih asik mencari kata-kata. Monitor komputernya kali ini menampilkan lirik yang belum rampung; “Something dengan Kekerasan Domestik”. “Di kasus begini, biasanya kan ceweknya yang jadi korban. Tapi, mereka selalu merasa mereka yang salah. Berharap cowoknya bisa berubah. Gua sering denger cerita begini dari temen. Ini kepedulian gua sama mereka. Nanti, gara-gara lagu ini, banyak cewek yang aaaaah [tangannya menirukan gerakan mengelu-elu dan histeris]. Hahaha.”

0 Comments:

Post a Comment

<< Home