Siapa yang Membunuh Persma?
[30/9] kemarin, saya jadi pembicara untuk ulang tahun yang pertama
sisipan KAMPUS dari Pikiran Rakyat. Temanya; Pers Mahasiswa. Saya tidak
pernah berpikir, kalau suatu hari, bakal jadi pembicara dalam diskusi
bertemakan itu. Di kampus orang lain pula! Soalnya, waktu jaman
mahasiswa, saya sering merasa dianggap remeh oleh para pengelola
persma. Maklum, jenis terbitan yang saya dan kawan-kawan dirikan,
termasuk "ringan", sering dianggap "tidak ilmiah" blablabla.
Panitia meminta saya membuat tulisan
untuk dibagikan di sana. Walaupun merasa kurang puas, akhirnya saya
buat juga. Di bawah ini tulisan saya untuk diskusi itu. Karena saya
tidak tahu harus memberi judul apa, akhirnya tulisan ini saya beri
judul sesuai dengan tema diskusi hari itu.
Siapa yang Membunuh
Persma?
Oleh Soleh Solihun
Jujur, saya sempat tidak tahu
harus menulis apa untuk diskusi ini. Sudah tiga hari saya mencoba menulis.
Tapi, selalu tidak puas dengan hasilnya. Sepertinya topik persma sudah tidak
menarik lagi buat saya. Karena pertama, saya sudah bukan mahasiswa. Kedua,
ketika mahasiswa pun, saya tidak suka persma. Dengan segala idealisme dan
tipikal tulisan persma. Ketiga, ketika akhirnya saya dan kawan-kawan mendirikan
penerbitan mahasiswa yang sesuai dengan jiwa saya, para penerus kami—angkatan
bawah—membuat saya kecewa.
Tidak. Saya tidak sedang berkata
kalau dari segi isi, angkatan saya—para pendiri—jauh lebih baik, well mungkin
iya. Haha. Tapi, saya sedang bicara soal semangat.
generasi penerus itu hanya manis di bibir! Ketika diwarisi media yang kami
rintis, mereka bicara seolah-olah akan mewarisi semangat yang sama. Salah satu
ukuran semangat yang saya maksud, adalah dilihat dari terbit reguler. Banyak
sekali alasan yang mereka buat. Sibuk lah. Banyak tugas lah.
berkumpul lah. Bah! Memangnya saya tidak pernah jadi mahasiswa? Semuanya hanya
mencari alasan.
Sepanjang 1999 – 2001 lewat 14
edisi, saya dan kawan-kawan mengelola KARUNG GONI di Fikom Unpad yang terbit
reguler tiap bulan—minimal di bulan-bulan perkuliahan aktif. Sebagai bentuk
kekecewaan kami terhadap tipikal persma yang ada waktu itu. KARUNG GONI akronim
dari Kabar Ungkapan Gosip dan Opini. Media kampus yang membahas hal-hal ringan,
kehidupan seputar Fikom Unpad. Lantas, 2003, kami dirikan Fikombabes—isinya
sebagian besar soal mahasiswi-mahasiswi Fikom Unpad. Salah satu motivasinya, pernyataan
sikap kami terhadap adik-adik penerus di KARUNG GONI yang mengecewakan. Karena
membuat KARUNG GONI nyaris vakum. Banyak sekali alasan mereka! Daripada energinya
dipakai untuk memarah-marahi adik angkatan, lebih baik disalurkan ke dalam
penerbitan baru.
Mungkin para pengelola persma
memang butuh musuh bersama untuk menggerakkan mereka. Saya bisa berkata begitu,
setelah melihat yang terjadi pada KARUNG GONI. Jaman saya dan kawan-kawan
aktif, kami punya musuh. Penerbitan mahasiswa mainstream, yang tulisannya seputar kebijakan kampus, atau
pemerintah. Issue-issue yang terlalu “serius” buat kami. Ya. Kami lawan mereka.
Kami coba buktikan, kalau topik-topik “ringan” juga bisa punya tempat di
kalangan mahasiswa. KARUNG GONI yang hanya difotokopi, juga bisa jadi media
yang tidak kalah menarik dengan persma lain yang dicetak. Kami yang kerjanya
hanya ketawa-ketawa di kampus, yang dituduh sebagai kaum hedonis, juga bisa
membuat karya yang baik! Dan banyak hal lain yang coba kami buktikan waktu itu.
amarah, mungkin.
Penyaluran amarah itu akhirnya
yang menggerakkan kami. Mencoba membuktikan pada “musuh-musuh” kami, kalau kami
juga bisa! Terserah mau disebut persma atau bukan, yang penting batin kami
puas! Bagaimanapun caranya, kami harus eksis! Harus terbit reguler! Karena kalau
bukan itu motivasinya, apalagi dong? Bukan apa-apa, waktu itu belum terpikir
soal melatih kemampuan menulis lewat penerbitan kampus. Bekal untuk dunia kerja
blablabla. Itu malah disadari belakangan. Ketika akhirnya saya benar-benar
masuk dunia kerja.
Dan saya tidak merasakan itu dari
angkatan penerus kami. Mereka tidak punya semangat yang tinggi. Mungkin karena
tidak punya musuh bersama. Karena ketika gilirannya mereka mengelola KARUNG
GONI, media itu sudah relatif mapan. Sudah masuk mainstream. Sudah dikenal orang. Sudah relatif diakui
keberadaannya. Maka, KARUNG GONI pun sempat mengalami era hidup segan mati tak
mau. Akhirnya, saya berkata pada diri saya sendiri, kalau umur KARUNG GONI
memang hanya 14 edisi. Daripada batin terus berteriak karena kecewa. Bahkan,
ketika akhirnya kami meneruskan Fikombabes pada angkatan bawah pun, ekspektasi
saya tidak setinggi ketika kami mewariskan KARUNG GONI.
Saya tidak tahu bagaimana cara
mahasiswa lain mengelola media mereka. Saya juga tidak tahu bagaimana mereka
memandang profesionalisme dalam persma. Yang saya tahu, mungkin cara kami
memandang profesionalisme adalah dengan selalu ingin menerbitkan KARUNG GONI
tiap bulan. Ingin bisa tertawa puas. Memuji diri sendiri. Dan sekali lagi,
merasa telah melayangkan tinju buat sang musuh!
Maaf kalau tulisan ini tidak
sedikit pun memberikan pencerahan. Saya juga tidak bisa memberikan masukan dari
sudut pandang akademis atau teoritis. Saya hanya ingin menegaskan kalau kamu
tidak perlu takut mencoba mendirikan penerbitan. Jangan terpaku dengan segala
imej atau karakter yang terlanjur melekat dengan kata ‘persma’. Paling enak
jadi mahasiswa sebenarnya. Kalau salah pun, dianggap wajar, karena masih
belajar. Kalau menghasilkan karya yang baik, pujiannya cenderung berlebihan. Sudah
ah. Semakin melantur.
15 Comments:
sugan teh ngomonkeun mengbal: persma manado...
hahaha! maenya urang ngabahas mengbal bob. awam pisan urang ka topik eta mah.
..najan sakantor jeung brudax gilabola oge, moal matak resep da si eta mah..
tau gak, ada seorang wartawan senor yang buang muka waktu gue diperkenalkan sebagai 'wartawan kampus'..
dengan statsu persma (mungkin) gue pernah dianggap wartawan gak bener..
ahhaha..tau lah maksudnya..
but they didnt know..sejak SMA pun gue udah bikin majalah sendiri...
gue sempat sakit hati dng anggapan miring Persma di luaran..
suatu hari, kalo gue udah tua, jd senior..
gue akan baik sama adik2 gue, junior wartawan kampus..
gue pernah jadi mereka..
gue bangga jadi persma dan anak mading..
;)
bagus! bagus!
kalo sama wartawan bodrex mau baik2 juga nggak? hehe.
kalo ?
"bukan bodrex tp perilakunya kayak bodrex"
hmmm
persma di kampus gue (media parahyangan) malah gak jelas..
dari awal gue masuk kuliah, jelek banget, dari desain sampai tulisan.. gue sih ogah ikutan.. di sma gue pernah bikin yang jauh lebih bagus dari itu.
gua tau soal media parahyangan sih sejak masih kuliah. tapi belum pernah baca euy.
masalah persma itu seperti yg disebutkan oleh Soleh.
emang soal idealisme dan kadang arogansi...
berasa paling intelektual gitu, padahal kan yang intelek itu kan cuma intelijen. dan intelijen itu agak agak tengil. jadi orang makin berasa intelek makin berasa perlu jadi tengil. nah itulah mengapa pers mahasiswa beberapa tahun ini gitu-gitu aja.
Wah, jadi teringat masa yang lalu:p Emang dulu persma sok banget sih. Gayanya minta ampun (maskudnya termasuk saya;p). Tapi lama-lama tantangannya berubah kok, jadi persma juga berubah harusnya. Wah, yang ditulis Karung Goni apa aja seh? pengen tau.
Wahh soleh.
Sepertinya elu paham benar menulis topik2 seperti ini 'leh? Tentang Pers dan Mahasiswa. Mungkin karena pengalaman elu sebagai mahasiswa dan jurnalisme ya 'leh?
dalem lah pokoknya 'leh. hehehehehhe.
selain menulis segala sesuatu yang terjadi di fikom unpad, pada dasarnya, KARUNG GONI mengambil tiga unsur besar; komedi, olahraga dan musik. maklum, waktu itu ada plesetan soal FIKOM; Fakultas Ilmu Komedi, Olahraga dan Musik. Belakangan, tambah jadi Modeling dan Maling. Karena banyak cewek cakep dan banyak maling sepatu di mushola. hehe.
Intinya sih, tabloid entertainment atau gaya hidup lah. Ada gosip seputar mahasiswa. Misalnya, si pemuda A ngeceng pemudi B. Atau, pemudi C nolak pemuda D. Ada juga review musik. Liputan konser. Interview dengan musisi. Ada tulisan2 bernada sok bijak. Tips2 ringan. Semuanya [coba] disajikan dengan gaya menghibur. Dan kadang2 dengan gaya [sok] lucu. Pokoknya, gaya penulisan di sana, bikin 'gerah' penggiat persma serius. Karena dianggap tidak memenuhi kaidah penulisan jurnalistik. Tidak ilmiah, tidak intelek. Yah begitulah. Setidaknya, kami mengira begitulah pandangan mahasiswa2 'intelek' lainnya terhadap KARUNG GONI.
Begitu pula ketika fikombabes terbit. Karena isinya sebagian besar mengangkat profil mahasiswi Fikom Unpad--lengkap dengan foto2nya tentu saja. Akhirnya, media itu dianggap 'mengeksploitasi' perempuan lah. Dangkal lah.
yak. banyak lah yang begitu di kampus gua ric. yang mengagung-agungkan status mahasiswa sebagai agen perubahan, kaum intelektual, generasi penerus blablabla.
nggak juga sebenernya nozs. biasa aja padahal mah. :D
Oh, begitu *baru paham, manggut-manggut, dan bilang, dasar, gokil*
Post a Comment
<< Home