Majalah Rolling Stone Indonesia sudah berumur dua tahun.
Senin [7/5] kemarin, mereka menggelar private party di kantornya yang baru, di Jalan Ampera. Kantor mereka, lagi-lagi terasa sangat nyaman. Dan ya, rumput mereka lebih hijau dibandingkan rumput kami. Mengingat kami tidak punya rumput sedikit pun di kantor. Halaman belakang kantornya pun luas.
Di sana, ada panggung permanent yang siap digunakan untuk acara musik kapan saja mereka mau. Panggungnya tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil. Tapi cukup besar dan nyaman untuk kelompok musik tampil di sana. Kolam renang di kantor mereka yang baru, lebih kecil dibandingkan kantor lama. Siapapun pemilik rumah itu, pasti punya banyak uang. Katanya sih salah seorang pemilik majalah itu.
Saya melihat ada perkembangan yang signifikan di majalah itu jika dibandingkan tahun lalu. Saya tidak tahu dari segi penjualan dan pemasukan iklannya. Tapi, melihat pesta kemarin, sepertinya penanam modal cukup serius menanamkan uangnya untuk majalah itu. Setidaknya sampai saat ini. Mungkin mereka benar-benar mencintai musik. Bukan apa-apa, beberapa orang yang saya tanyakan soal kenapa majalah musik yang mereka kelola, mengeluhkan penanam modal yang tidak serius dan tidak terlalu menggilai musik.
Kalau mereka konsisten terus dengan kucuran dananya, mungkin saja kita bisa punya majalah musik yang bertahan lama. Saya tidak tahu, tapi sejarah belum bisa meramalkan seperti apa nasib majalah musik waralaba. Selama ini, yang selalu mati, adalah majalah musik lokal. Saya penasaran, kalau saja Aktuil bisa bertahan hingga sekarang, mungkin saja namanya akan sebesar Rolling Stone. Toh, Aktuil dan Rolling Stone lahir di tahun yang sama; 1967.
Tapi, harusnya redaksi Rolling Stone boleh sedikit berbahagia. Karena kalau saya lihat tadi malam, sepertinya bos besar mereka benar-benar mencintai musik, dan mau memfasilitasi kegiatan yang mendukung majalahnya. Kalau dibandingkan dengan majalah saya bekerja dulu, kondisi ini jauuh lebih menggembirakan.
Dress code malam itu, glam rock. Tapi, entah kenapa, jadi agak geli melihat penampilan Indra Bekti dan Sarah Sechan yang sedikit memaksakan ingin terlihat rock. Saya suka risih, melihat orang mencoba terlihat rock, jadinya malah berlebihan. Malah kadang-kadang rocker pun, kalah heboh oleh mereka yang ingin terlihat rock! Dan oya, bagian peragaan busananya, agak kurang asik juga sih. Walau saya tahu, itu pemasukan yang cukup berarti dari segi iklan. Tapi, tetap saja, melihat model-model memakai pakaian Lea, mondar-mandir, dengan make up hitam, dan tampang mencoba terlihat sangar, dengan mengacungkan tiga jari sambil teriak-teriak, jadinya agak sedikit menggelikan.
Secara acara, saya lebih merasakan kegembiraan di private party mereka tahun lalu di Hard Rock Cafe. Maklum, waktu itu, acara ditutup penampilan God Bless. orang-orang yang usianya sudah lebih dari 25 tahun ikut bergembira di depan panggung ketika God Bless main. Malam itu, tidak ada kegembiraan yang lebih. Hanya saja, secara suasana, sepertinya acara kemarin lebih ramai. Lebih banyak orang datang. Dan yang jelas, lebih panas secara harafiah.
“Ieu mah leuwih rame dibandingkeun FFI nya,” kata Ringgo Agus, yang malam itu mendapat penghargaan sebagai The Jackass dari Editor Rolling Stone.
Saking ramainya, anak-anak kampong sekitar memanjat tembok dan menyaksikan private party itu dari atas tembok. Katanya, beberapa dari mereka mencoba masuk dari pintu depan, tapi ditolak keamanan.
Bukan hanya mereka yang ditolak, Candil Seurieus pun sempat ditolak masuk. Dia datang dengan celana pendek, sendal dan tanpa wig kebesarannya. Rupanya orang keamanan tidak mengenalinya. Untung saja, ada tuan rumah yang segera menyelamatkannya.
Ini hasil jepretan saya. Kamera yang saya pakai, Olympus E 500. Bukan Olympus yang tahan air, seperti yang dipakai Arian, dan sempat menimbulkan “kegemparan” di depan anak-anak.
“Olympus! Olympus! Olympus!” begitu teriak mereka setelah tahu kehebatan kamera itu.
Acara yang sudah ramai sejak jam tujuh malam itu, berakhir menjelang tengah malam, dengan Naif sebagai penutup acara. David yang sedikit mabuk, untuk kesekian kalinya, meledek Kangen Band.
“It’s just entertainment,” kata David setelah beberapa kali melontarkan ledekan yang sepertinya disambut meriah crowd.
Dan satu lagi hiburan yang menyenangkan dari Rolling Stone.