Friday, July 28, 2006

Sepuluh Film Musikal Favorit

Ini terlintas tadi subuh. Ketika mendengarkan album At Folsom Prison-nya Johnny Cash. Saya mencoba mengingat-ingat, film musikal apa yang paling berkesan buat saya. Dan inilah daftarnya.

  1. Grease [1978]. Sutradara: Randal Kleiser. Pemain: John Travolta [Danny Zuko], Olivia Newton-John [Sandy Olsoon]. Ini film yang membuat saya mencintai rock n' roll music. Waktu SD--saya lupa tepatnya--RCTI sering memutar video klip dari soundtracknya. Dan saya langsung jatuh cinta. Karena film ini saya jadi memakai black leather jackets. Sebelum saya menyukai The Ramones, saya memang sudah memakai jaket kulit. Film ini punya segala yang dibutuhkan untuk menghibur saya. Musik, tarian yang tidak membuat lelaki terlihat feminin, dan cerita dengan tema kehidupan remaja. Lengkap dengan dandanan para greasers yang membuat Soleh kecil terpana. Haha.
  2. The Doors [1991]. Sutradara: Oliver Stone. Pemain: Val Kilmer [Jim Morrison], Meg Ryan [Pamela Courson]. Dua hal yang membuat film ini begitu menarik buat saya; The Doors dan Meg Ryan. Val Kilmer memainkan perannya sebagai Jim dengan sangat memikat. Rasanya tidak ada aktor lain yang lebih tepat kebagian peran itu. Dan Meg Ryan. Saya selalu suka Meg Ryan. Plus, saya selalu suka perempuan berambut lurus panjang. Nah, di film itu Meg Ryan memenuhi semua impian saya tentang perempuan cantik dalam rock n' roll. Sejak adegan pembuka, film itu sudah begitu menarik buat saya. Gurun. Jim kecil dalam mobil. Indian yang mati. Lagu Riders On The Storm.
  3. Walk the Line [2005]. Sutradara: James Mangold. Pemain: Joaquin Phoenix [Johnny Cash], Reese Witherspoon [June Carter]. Ini yang membuat saya mencari album At Folsom Prison. Sebelum saya menonton film ini, saya tidak ingin mencari tahu lebih banyak soal Johnny Cash. Makanya, saya tempatkan film ini di nomer tiga. Melihat penampilan Phoenix di film ini, saya dapat kesan yang sama dengan melihat penampilan Val Kilmer di The Doors. Phoenix adalah aktor yang tepat. Plus, dia menyanyikan ulang lagu-lagu Cash di film itu. Dan suaranya, sama menariknya dengan penampilan dia di sana. Adegan pembukanya juga sama menarik dengan pembuka film The Doors. Folsom Prison. Intro Walk the Line. Johnny Cash sedang merenung sambil melihat alat pemotong kayu. Sipir menyapa Cash. "M-Mr Cash? M-Mr Cash?" Dan kalimat favorit saya di film itu, adalah setiap kali Cash ditanya soal pakaian hitamnya. "What with the black? He's look like he's going to funeral" Yang selalu dijawab Cash, dengan singkat, "Well maybe I am."
  4. Almost Famous [2000]. Sutradara: Cameron Crowe. Pemain: Patrick Fugit [William Miller], Kate Hudson [Penny Lane]. Rock n' roll dan jurnalistik ada di film ini. Fiksi, tapi diilhami kehidupan nyata. Salah satu mimpi saya adalah jadi rock journalist. Dulu, juga sempat punya keinginan jadi jurnalis Rolling Stone. Plus, saya selalu suka tahun '70-an. Makanya saya sangat menyukai film ini.
  5. This is Spinal Tap [1984]. Sutradara: Rob Reiner. Pemain: Rob Reiner [Marty DiBergi], Harry Shearer [Derek Smalls], Christopher Guest [Nigel Tufnel], Michael McKean [David St Hubbins]. Rockumentary Heavy Metal band fiksi bernama Spinal Tap. Saya suka film ini karena mengolok-olok rock n' roll. Parodi yang asik. Beberapa adegan yang berkesan; adegan ketika salah seorang dari mereka mengeluarkan pisang dari dalam celananya, supaya ukurannya terlihat lebih besar, adegan bermain gitar dengan menggesekkan biola yang juga parodi untuk Jimmy Page, panggung dengan latar Stonehenge, serta volume yang mencapai angka 11.
  6. Still Crazy [1998]. Sutradara; Brian Gibson. Pemain: Billy Connolly [Hughie], Timothy Spall [David 'Beano' Baggot], Bill Nighy [Ray Simms], Bruce Robinson [Brian Lovell]. Yang ditawarkan film ini sebenarnya mirip dengan yang ditawarkan Spinal Tap. Cuma, saya suka film ini karena ceritanya. Strange Fruit, yang pernah jaya, dan mencoba peruntungannya kembali. Saya dan teman-teman sering mengasosiasikan Strange Fruit dengan kelompok musik yang pernah kami bentuk semasa kuliah. Setahun kami cukup berjaya di panggung-panggung kampus. Banyak anak terkena propaganda kami, hingga mau datang menonton dan membeli kaos. Tapi ya begitu. Kami melakukannya di tahun terakhir di kampus. Berjaya sebentar. Setelah itu hilang. Dan kadang keinginan untuk merasakan masa keemasan itu masih ada. Seperti juga yang coba ditampilkan Still Crazy.
  7. Airheads [1994]. Sutradara: Michael Lehmann. Pemain: Brendan Fraser [Chazz Darvey], Steve Buschemi [Rex], Adam Sandler [Pip]. Mereka adalah personel The Lone Rangers yang putus asa hingga mengambil alih stasiun radio dan menyandera pegawainya supaya lagu mereka bisa diputar. Benar-benar menghibur. Judul dan cerita sangat sejalan. Dan tiga orang itu memang cocok memerankan karakter yang konyol. Ceritanya sih Hollywood sekali. Berakhir bahagia. Jagoan menang. Ada satu adegan yang menarik. Ketika mereka meminta polisi mendatangkan orang dari label untuk mendengarkan demo mereka. Baru sampai di pintu, Chazz memberi satu pertanyaan penting untuk orang itu. Soal ada di pihak mana orang itu dalam kasus pisahnya David Lee Roth dari Van Halen. Ketika dia memilih Van Halen, Chazz langsung tau orang itu polisi. Serta satu dialog lagi ketika Chazz dan Rex mengetes orang itu. "Who'd win in a wrestling macth, Lemmy or God?" Mula-mula orang itu menjawab Lemmy, tapi ragu, dan pelan-pelan menjawab God. Rex menjawab, "Wrong dickhead, trick question. Lemmy is God."
  8. Ray [2004]. Sutradara: Taylor Hackford. Pemain: Jamie Foxx [Ray Charles]. Film ini tidak sampai membuat saya ingin mencari tau lebih lanjut soal Ray Charles, atau mencari album-album Ray memang. Tapi, saya sangat suka ceritanya. Dan Foxx bermain dengan baik sebagai Ray di sini. Film musikal yang baik. Itu saja.
  9. High Fidelity [2000]. Sutradara: Stephen Frears. Pemain: John Cusack [Rob Gordon], Iben Hjejle [Laura], Todd Louiso [Dick], Jack Black [Barry]. Ini cerita tentang pecinta musik yang juga pemilik toko CD. Ditinggalkan pacarnya, Laura. Rob membuat banyak daftar di sini. Kenapa dia putus. Apa yang Rob ingin lakukan dalam hidup. Serta membuat mix tapes. Di sini, ada adegan soal bagaimana trik membuat mix tapes yang baik, supaya kualitas audionya tidak banyak berkurang. Cerita cinta, dengan nuansa musikal yang kuat.
  10. Velvet Goldmine [1998]. Sutradara: Todd Haynes. Pemain: Ewan McGregor [Curt Wild], Jonathan Rhyes Meyers [Brian Slade], Christian Bale [Arthur Stuart]. Ini juga fiksi, tapi diilhami dari kehidupan nyata-khususnya pertemanan antara David Bowie dan Iggy Pop. Beberapa uraian saya di atas, mungkin sudah bisa menjawab kenapa saya suka film ini. Rock n' roll, tahun '70-an, serta soundtrack yang asik.
Yah begitulah. Untuk sementara begitu daftar saya. Sebenarnya, masih ada tiga film yang belum saya tonton dan masih penasaran sampai sekarang. Rock 'n' Roll High School [1979], The Great Rock 'n' Roll Swindle [1980] dan Damai Kami Sepanjang Hari [198?]. Iwan Fals bermain di film yang terakhir disebut. Sejak SMP saya selalu terlewat ketika film itu tayang di TV. Baru lihat 15 menitan pertama saja. Iwan Fals sepertinya memang terlalu tua untuk memerankan anak SMA. Tapi, saya tidak bisa berkomentar banyak soal film itu.

Atau, ada yang bisa membantu saya?

Thursday, July 27, 2006

Sepuluh Film Musikal Favorit


Ini
terlintas tadi subuh. Ketika mendengarkan album At Folsom
Prison-nya Johnny Cash. Saya mencoba mengingat-ingat, film musikal apa
yang paling berkesan buat saya. Dan inilah daftarnya.





  1. Grease [1978]. Sutradara: Randal Kleiser. Pemain: John Travolta [Danny Zuko], Olivia Newton-John [Sandy Olsoon].
    Ini film yang membuat saya mencintai rock n' roll music. Waktu SD--saya
    lupa tepatnya--RCTI sering memutar video klip dari soundtracknya. Dan
    saya langsung jatuh cinta. Karena film ini saya jadi memakai black
    leather jackets. Sebelum saya menyukai The Ramones, saya memang sudah
    memakai jaket kulit. Film ini punya segala yang dibutuhkan untuk
    menghibur saya. Musik, tarian yang tidak membuat lelaki terlihat
    feminin, dan cerita dengan tema kehidupan remaja. Lengkap dengan
    dandanan para greasers yang membuat Soleh kecil terpana. Haha.


  2. The Doors [1991]. Sutradara:
    Oliver Stone. Pemain: Val Kilmer [Jim Morrison], Meg Ryan [Pamela
    Courson]. Dua hal yang membuat film ini begitu menarik buat saya; The
    Doors dan Meg Ryan. Val Kilmer memainkan perannya sebagai Jim dengan
    sangat memikat. Rasanya tidak ada aktor lain yang lebih tepat kebagian
    peran itu. Dan Meg Ryan. Saya selalu suka Meg Ryan. Plus, saya selalu
    suka perempuan berambut lurus panjang. Nah, di film itu Meg Ryan
    memenuhi semua impian saya tentang perempuan cantik dalam rock n' roll.
    Sejak adegan pembuka, film itu sudah begitu menarik buat saya. Gurun.
    Jim kecil dalam mobil. Indian yang mati. Lagu Riders On The Storm.


  3. Walk the Line [2005].
    Sutradara: James Mangold. Pemain: Joaquin Phoenix [Johnny Cash], Reese
    Witherspoon [June Carter]. Ini yang membuat saya mencari album At
    Folsom Prison. Sebelum saya menonton film ini, saya tidak ingin mencari
    tahu lebih banyak soal Johnny Cash. Makanya, saya tempatkan film ini di
    nomer tiga. Melihat penampilan Phoenix di film ini, saya dapat kesan
    yang sama dengan melihat penampilan Val Kilmer di The Doors. Phoenix
    adalah aktor yang tepat. Plus, dia menyanyikan ulang lagu-lagu Cash di
    film itu. Dan suaranya, sama menariknya dengan penampilan dia di sana.
    Adegan pembukanya juga sama menarik dengan pembuka film The Doors.
    Folsom Prison. Intro Walk the Line. Johnny Cash sedang merenung sambil
    melihat alat pemotong kayu. Sipir menyapa Cash. "M-Mr Cash? M-Mr Cash?"
    Dan kalimat favorit saya di film itu, adalah setiap kali Cash ditanya
    soal pakaian hitamnya. "What with the black? He's look like he's going
    to funeral" Yang selalu dijawab Cash, dengan singkat, "Well maybe I
    am."


  4. Almost Famous [2000].
    Sutradara: Cameron Crowe. Pemain: Patrick Fugit [William Miller], Kate
    Hudson [Penny Lane]. Rock n' roll dan jurnalistik ada di film ini.
    Fiksi, tapi diilhami kehidupan nyata. Salah satu mimpi saya adalah jadi
    rock journalist. Dulu, juga sempat punya keinginan jadi jurnalis
    Rolling Stone. Plus, saya selalu suka tahun '70-an. Makanya saya sangat
    menyukai film ini.

  5. This is Spinal Tap [1984].
    Sutradara: Rob Reiner. Pemain: Rob Reiner [Marty DiBergi], Harry
    Shearer [Derek Smalls], Christopher Guest [Nigel Tufnel], Michael
    McKean [David St Hubbins]. Rockumentary Heavy Metal band fiksi bernama
    Spinal Tap. Saya suka film ini karena mengolok-olok rock n' roll.
    Parodi yang asik. Beberapa adegan yang berkesan; adegan ketika salah
    seorang dari mereka mengeluarkan pisang dari dalam celananya, supaya
    ukurannya terlihat lebih besar, adegan bermain gitar dengan
    menggesekkan biola yang juga parodi untuk Jimmy Page, panggung dengan
    latar Stonehenge, serta volume yang mencapai angka 11.

  6. Still Crazy [1998].
    Sutradara; Brian Gibson. Pemain: Billy Connolly [Hughie], Timothy
    Spall [David 'Beano' Baggot], Bill Nighy [Ray Simms], Bruce Robinson
    [Brian Lovell]. Yang ditawarkan film ini sebenarnya mirip dengan yang
    ditawarkan Spinal Tap. Cuma, saya suka film ini karena ceritanya.
    Strange Fruit, yang pernah jaya, dan mencoba peruntungannya kembali.
    Saya dan teman-teman sering mengasosiasikan Strange Fruit dengan
    kelompok musik yang pernah kami bentuk semasa kuliah. Setahun kami
    cukup berjaya di panggung-panggung kampus. Banyak anak terkena
    propaganda kami, hingga mau datang menonton dan membeli kaos. Tapi ya
    begitu. Kami melakukannya di tahun terakhir di kampus. Berjaya
    sebentar. Setelah itu hilang. Dan kadang keinginan untuk merasakan masa
    keemasan itu masih ada. Seperti juga yang coba ditampilkan Still Crazy.

  7. Airheads [1994].
    Sutradara: Michael Lehmann. Pemain: Brendan Fraser [Chazz
    Darvey], Steve Buschemi [Rex], Adam Sandler [Pip]. Mereka
    adalah personel The Lone Rangers yang putus asa hingga mengambil alih
    stasiun radio dan menyandera pegawainya supaya lagu mereka bisa
    diputar. Benar-benar menghibur. Judul dan cerita sangat sejalan. Dan
    tiga orang itu memang cocok memerankan karakter yang konyol. Ceritanya
    sih Hollywood sekali. Berakhir bahagia. Jagoan menang. Ada satu adegan
    yang menarik. Ketika mereka meminta polisi mendatangkan orang dari
    label untuk mendengarkan demo mereka. Baru sampai di pintu, Chazz
    memberi satu pertanyaan penting untuk orang itu. Soal ada di pihak mana
    orang itu dalam kasus pisahnya David Lee Roth dari Van Halen. Ketika
    dia memilih Van Halen, Chazz langsung tau orang itu polisi. Serta satu
    dialog lagi ketika Chazz dan Rex mengetes orang itu. "Who'd win in a
    wrestling macth, Lemmy or God?" Mula-mula orang itu menjawab Lemmy,
    tapi ragu, dan pelan-pelan menjawab God. Rex menjawab, "Wrong dickhead,
    trick question. Lemmy is God."

  8. Ray [2004]. Sutradara: Taylor
    Hackford. Pemain: Jamie Foxx [Ray Charles]. Film ini tidak sampai
    membuat saya ingin mencari tau lebih lanjut soal Ray Charles, atau
    mencari album-album Ray memang. Tapi, saya sangat suka ceritanya. Dan
    Foxx bermain dengan baik sebagai Ray di sini. Film musikal yang baik.
    Itu saja.

  9. High Fidelity [2000].
    Sutradara: Stephen Frears. Pemain: John Cusack [Rob Gordon], Iben
    Hjejle [Laura], Todd Louiso [Dick], Jack Black [Barry]. Ini cerita
    tentang pecinta musik yang juga pemilik toko CD. Ditinggalkan pacarnya,
    Laura. Rob membuat banyak daftar di sini. Kenapa dia putus. Apa yang
    Rob ingin lakukan dalam hidup. Serta membuat mix tapes. Di sini, ada
    adegan soal bagaimana trik membuat mix tapes yang baik, supaya kualitas
    audionya tidak banyak berkurang. Cerita cinta, dengan nuansa musikal
    yang kuat.

  10. Velvet Goldmine [1998].
    Sutradara: Todd Haynes. Pemain: Ewan McGregor [Curt Wild], Jonathan
    Rhyes Meyers [Brian Slade], Christian Bale [Arthur Stuart]. Ini juga
    fiksi, tapi diilhami dari kehidupan nyata-khususnya pertemanan antara
    David Bowie dan Iggy Pop. Beberapa uraian saya di atas, mungkin sudah
    bisa menjawab kenapa saya suka film ini. Rock n' roll, tahun '70-an,
    serta soundtrack yang asik.


Yah
begitulah. Untuk sementara begitu daftar saya. Sebenarnya, masih ada
tiga film yang belum saya tonton dan masih penasaran sampai sekarang.
Rock 'n' Roll High School [1979], The Great Rock 'n' Roll Swindle
[1980] dan Damai Kami Sepanjang Hari [198?]. Iwan Fals bermain di film
yang terakhir disebut. Sejak SMP saya selalu terlewat ketika film itu
tayang di TV. Baru lihat 15 menitan pertama saja. Iwan Fals sepertinya
memang terlalu tua untuk memerankan anak SMA. Tapi, saya tidak bisa
berkomentar banyak soal film itu.



Atau, ada yang bisa membantu saya?






Saturday, July 22, 2006

Tidak Ada Tapi

Bagaimana kamu tau kamu telah bertemu orang yang tepat?

Ini, tentu saja pertanyaan untuk yang sudah punya pasangan. Mungkin pertanyaan seperti itu pernah terlintas di benak. Apakah dia orang yang tepat? Apakah saya tidak akan tertarik lagi kepada perempuan/lelaki lain? Apakah saya tidak salah pilih?

Rasanya saya punya jawaban untuk semua pertanyaan itu. Bagaimana salah satu cara untuk mengukur apakah kita sudah bisa puas dan menerima hubungan yang sedang kita jalani dengan seseorang. Dan saya sampai pada satu kesimpulan.

Saya tau pacar saya orang yang tepat. Dan saya tidak tertarik lagi untuk mencari yang lebih baik. Dia yang selama ini saya cari, karena saya sudah tidak lagi menemukan kata tapi. Coba kamu tanyakan pada dirimu sendiri. Apakah kalimat seperti ini masih terlintas di benak?

Pacar saya sayang saya, tapi dia sering menyebalkan.
Pacar saya cakep, tapi coba kalau rambut dia lurus alami, tidak dibonding.
Pacar saya oke, tapi dandannya kurang bagus.
Pacar saya cantik, tapi dia kurang pintar.
Pacar saya baik, tapi dia kurang memperhatikan saya.
Pacar saya pintar, tapi dia kurang cantik di mata saya.
Pacar saya pantatnya oke, tapi dadanya kurang.
Pacar saya dadanya oke, tapi pantatnya kurang.
Pacar saya oke, tapi saya masih teringat mantan.
Pacar saya oke, tapi dia kurang asik diajak ngobrol.
Pacar saya oke, tapi saya jadi tidak bebas bergaul.
Saya sayang dia, tapi keluarganya tidak menyenangkan.
Saya sayang dia, tapi saya tidak nyaman ada di sekitar teman-temannya.
Saya sayang dia, tapi status ekonomi dia lebih baik.
Saya sayang dia, tapi sepertinya rasa sayang dia tidak sebesar saya.
Saya sayang dia, tapi sepertinya dia masih teringat mantannya.
Saya sayang dia, tapi saya malu kalau jalan bersama dia.
Saya sayang dia, tapi saya masih curiga setiap dia cerita soal laki-laki lain.
Saya sayang dia, tapi kalau ada yang lebih baik sih, kenapa tidak?
Saya sayang dia, tapi secara fisik dia kurang menarik.

Dan sekian banyak tapi yang lain. Teori saya, ketika sudah tidak ada lagi kata tapi, berarti kamu telah bertemu dengan yang kamu cari. Ada kata tapi, berarti kamu masih belum puas. Memang, manusia tidak akan pernah puas. Tapi dalam hal mencari pasangan, kalau kamu terus merasa tidak puas, kamu tidak akan pernah menemukan yang kamu cari.

Maaf. Bukan bermaksud menggurui. Hanya ingin berbagi. Boleh setuju. Boleh tidak.

Friday, July 21, 2006

Tidak Ada Tapi

Bagaimana kamu tau kamu telah bertemu orang yang tepat?



Ini, tentu saja pertanyaan untuk yang sudah punya pasangan. Mungkin
pertanyaan seperti itu pernah terlintas di benak. Apakah dia orang yang
tepat? Apakah saya tidak akan tertarik lagi kepada perempuan/lelaki
lain? Apakah saya tidak salah pilih?



Rasanya saya punya jawaban untuk semua pertanyaan itu. Bagaimana salah
satu cara untuk mengukur apakah kita sudah bisa puas dan menerima
hubungan yang sedang kita jalani dengan seseorang. Dan saya sampai pada
satu kesimpulan.



Saya tau pacar saya orang yang tepat. Dan saya tidak tertarik lagi
untuk mencari yang lebih baik. Dia yang selama ini saya cari, karena
saya sudah tidak lagi menemukan kata tapi. Coba kamu tanyakan pada dirimu sendiri. Apakah kalimat seperti ini masih terlintas di benak?



Pacar saya sayang saya, tapi dia sering menyebalkan.

Pacar saya cakep, tapi coba kalau rambut dia lurus alami, tidak dibonding.

Pacar saya oke, tapi dandannya kurang bagus.

Pacar saya cantik, tapi dia kurang pintar.

Pacar saya baik, tapi dia kurang memperhatikan saya.

Pacar saya pintar, tapi dia kurang cantik di mata saya.

Pacar saya pantatnya oke, tapi dadanya kurang.

Pacar saya dadanya oke, tapi pantatnya kurang.

Pacar saya oke, tapi saya masih teringat mantan.

Pacar saya oke, tapi dia kurang asik diajak ngobrol.

Pacar saya oke, tapi saya jadi tidak bebas bergaul.

Saya sayang dia, tapi keluarganya tidak menyenangkan.

Saya sayang dia, tapi saya tidak nyaman ada di sekitar teman-temannya.

Saya sayang dia, tapi status ekonomi dia lebih baik.

Saya sayang dia, tapi sepertinya rasa sayang dia tidak sebesar saya.

Saya sayang dia, tapi sepertinya dia masih teringat mantannya.

Saya sayang dia, tapi saya malu kalau jalan bersama dia.

Saya sayang dia, tapi saya masih curiga setiap dia cerita soal laki-laki lain.

Saya sayang dia, tapi kalau ada yang lebih baik sih, kenapa tidak?

Saya sayang dia, tapi secara fisik dia kurang menarik.



Dan sekian banyak tapi yang
lain. Teori saya, ketika sudah tidak ada lagi kata tapi, berarti kamu
telah bertemu dengan yang kamu cari. Ada kata tapi, berarti kamu masih
belum puas. Memang, manusia tidak akan pernah puas. Tapi dalam hal
mencari pasangan, kalau kamu terus merasa tidak puas, kamu tidak akan
pernah menemukan yang kamu cari.



Maaf. Bukan bermaksud menggurui. Hanya ingin berbagi. Boleh setuju. Boleh tidak.




Wednesday, July 19, 2006

Meringis di Bis

Jangan pergi ke Cirebon naek bis!

Apalagi kalau kamu pergi dari Jakarta. Ini sedikit cerita pengalaman saya naek bis dari Jakarta ke Cirebon. Sabtu [15/7] kemarin saya ke Cirebon. Pacar saya sedang KKN di Desa Plumbon, Kabupaten Cirebon. Makanya, saya kunjungi. Hehe.

Saya pilih bis, karena lebih dekat ke terminal, dari pada ke Stasiun dari kosan. Lebih praktis lah. Plus, jadwal kereta belum tau pasti.

Jam tujuh pagi, saya berangkat dari kosan. Sarapan dulu. Jam delapan di Terminal Lebak Bulus. Tapi, tidak ada Bis Jakarta Cirebon yang ber-AC. Lantas, saya pergi ke Kp. Rambutan. Seperti biasa, terminal selalu menjengkelkan. Begitu tiba, banyak calo menghampiri. "Mau ke mana Bang?"

Awalnya saya menolak. Tapi, setelah kesulitan mencari bis Cirebon, saya menyerah juga. Tidak berapa lama setelah saya bilang Cirebon, tahu-tahu tangan sudah diseret ke bis AC jurusan Cirebon. Ah, akhirnya bis AC juga. Tapi, begitu duduk, saya kaget. Karena bis ini, kursinya dua - tiga. Bukan dua- dua, seperti di bis AC yang lainnya.

Ini sudah mencurigakan. Hmmm, alamat tidak nyaman nih. Begitu pikir saya. Tapi, saya berusaha tepis jauh-jauh pikiran itu. Ah, mungkin bis AC ke Cirebon memang begitu. Yang penting, bis dingin. Berapa lama pun saya duduk, tidak apa-apa lah. Asal dingin. Asal sepi. Waktu saya duduk di sana, cuma ada sekitar tujuh orang menempati kursi.

Jam setengah sepuluh bis keluar dari terminal. Baru sejam kemudian, bis mulai masuk Tol Luar Kota. Di sini mulai mencurigakan. Penumpang mulai berdatangan. Bis mulai tidak dingin. Dan beberapa penumpang, mulai menawar tarif Rp 45 ribu yang ditetapkan kondektur. Mereka kelihatan tidak cocok dengan harga itu.

Biasanya, penumpang bis AC tidak menawar tarif. Hmmm. Semakin mencurigakan nih. Di pintu tol Pondok Gede, semakin kuat kecurigaan saya kalau bis ini akan tidak nyaman. Penumpang semakin memenuhi bis. Dan tidak sedikit dari mereka yang mengeluarkan bau tidak sedap dari badannya. Dan beberapa dari mereka juga, mulai menawar tarif.

Maka, sesaklah bis itu. Tidak ada yang berdiri memang. Tapi, AC sekarang sudah tidak terasa dingin. Seorang pengamen masuk. Bernyanyi, dengan gitar fals. Tepat di telinga saya. Tampangnya awut-awutan. Beres pengamen, pedagang donat masuk. Presentasi dulu sekitar lima menit, lalu menaruh donat di pangkuan masing-masing penumpang. "Anda tidak berminat, kami ambil kembali," begitu kalimat standar yang mereka gunakan untuk menutup presentasi.

Dan dari situ, bis itu tidak pernah sepi lagi. Impian saya untuk tidur di bis, lenyap sudah. Belum lagi, dengkul saya mentok di sana. Boro-boro bisa tidur kalau begitu. Dan penumpang di bis itu, tidak bisa diam. Rasanya semua berbicara.

Saya jadi heran. Dan timbul pertanyaan. Kenapa penumpang kelas menengah ke bawah, selalu lebih ribut di bis antar kota? Soalnya, kalau saya naek bis Bandung Jakarta, AC dengan kursi dua - dua dan tanpa dengkul mentok, penumpangnya diam, tenang, tidak banyak bicara.

Sepanjang Pantura, pedagang keluar masuk bis itu. Barulah saya yakin, bis itu bukan bis AC seperti yang saya bayangkan. Pedagang mulai kacang polong, pensil 2B, buku, salak, jeruk, air minum, tahu, semua ada! Datang bergantian.

Sekitar setengah empat, saya tiba di tujuan. Dan ketika saya turun, barulah saya lihat di bis itu, tulisan Bisnis AC. Akhirnya! Bebas! Pulangnya, saya pilih naek kereta saja. Yang ternyata, jauh lebih nyaman, menenangkan, dan lebih cepat. Tiga jam saja.

Tidak lagi-lagi deh, naek bis ke Cirebon.

Meringis di Bis

Jangan pergi ke Cirebon naek bis!



Apalagi kalau kamu pergi dari
Jakarta. Ini sedikit cerita pengalaman saya naek bis dari Jakarta ke
Cirebon. Sabtu [15/7] kemarin saya ke Cirebon. Pacar saya sedang KKN di
Desa Plumbon, Kabupaten Cirebon. Makanya, saya kunjungi. Hehe.




Saya
pilih bis, karena lebih dekat ke terminal, dari pada ke Stasiun dari
kosan. Lebih praktis lah. Plus, jadwal kereta belum tau pasti.




Jam
tujuh pagi, saya berangkat dari kosan. Sarapan dulu. Jam delapan di
Terminal Lebak Bulus. Tapi, tidak ada Bis Jakarta Cirebon yang ber-AC.
Lantas, saya pergi ke Kp. Rambutan. Seperti biasa, terminal selalu
menjengkelkan. Begitu tiba, banyak calo menghampiri. "Mau ke mana Bang?"




Awalnya
saya menolak. Tapi, setelah kesulitan mencari bis Cirebon, saya
menyerah juga. Tidak berapa lama setelah saya bilang Cirebon, tahu-tahu
tangan sudah diseret ke bis AC jurusan Cirebon. Ah, akhirnya bis AC
juga. Tapi, begitu duduk, saya kaget. Karena bis ini, kursinya dua -
tiga. Bukan dua- dua, seperti di bis AC yang lainnya.




Ini sudah
mencurigakan. Hmmm, alamat tidak nyaman nih. Begitu pikir saya. Tapi,
saya berusaha tepis jauh-jauh pikiran itu. Ah, mungkin bis AC ke
Cirebon memang begitu. Yang penting, bis dingin. Berapa lama pun saya
duduk, tidak apa-apa lah. Asal dingin. Asal sepi. Waktu saya duduk di
sana, cuma ada sekitar tujuh orang menempati kursi.




Jam setengah
sepuluh bis keluar dari terminal. Baru sejam kemudian, bis mulai masuk
Tol Luar Kota. Di sini mulai mencurigakan. Penumpang mulai berdatangan.
Bis mulai tidak dingin. Dan beberapa penumpang, mulai menawar tarif Rp
45 ribu yang ditetapkan kondektur. Mereka kelihatan tidak cocok dengan
harga itu.




Biasanya, penumpang bis AC tidak menawar tarif. Hmmm.
Semakin mencurigakan nih. Di pintu tol Pondok Gede, semakin kuat
kecurigaan saya kalau bis ini akan tidak nyaman. Penumpang semakin
memenuhi bis. Dan tidak sedikit dari mereka yang mengeluarkan bau tidak
sedap dari badannya. Dan beberapa dari mereka juga, mulai menawar tarif.




Maka,
sesaklah bis itu. Tidak ada yang berdiri memang. Tapi, AC sekarang
sudah tidak terasa dingin. Seorang pengamen masuk. Bernyanyi, dengan
gitar fals. Tepat di telinga saya. Tampangnya awut-awutan. Beres
pengamen, pedagang donat masuk. Presentasi dulu sekitar lima menit,
lalu menaruh donat di pangkuan masing-masing penumpang. "Anda tidak
berminat, kami ambil kembali," begitu kalimat standar yang mereka
gunakan untuk menutup presentasi.




Dan dari situ, bis itu tidak
pernah sepi lagi. Impian saya untuk tidur di bis, lenyap sudah. Belum
lagi, dengkul saya mentok di sana. Boro-boro bisa tidur kalau begitu.
Dan penumpang di bis itu, tidak bisa diam. Rasanya semua berbicara.




Saya
jadi heran. Dan timbul pertanyaan. Kenapa penumpang kelas menengah ke
bawah, selalu lebih ribut di bis antar kota? Soalnya, kalau saya naek
bis Bandung Jakarta, AC dengan kursi dua - dua dan tanpa dengkul
mentok, penumpangnya diam, tenang, tidak banyak bicara.




Sepanjang
Pantura, pedagang keluar masuk bis itu. Barulah saya yakin, bis itu
bukan bis AC seperti yang saya bayangkan. Pedagang mulai kacang polong,
pensil 2B, buku, salak, jeruk, air minum, tahu, semua ada! Datang
bergantian.




Sekitar setengah empat, saya tiba di tujuan. Dan
ketika saya turun, barulah saya lihat di bis itu, tulisan Bisnis AC.
Akhirnya! Bebas! Pulangnya, saya pilih naek kereta saja. Yang ternyata,
jauh lebih nyaman, menenangkan, dan lebih cepat. Tiga jam saja.




Tidak lagi-lagi deh, naek bis ke Cirebon.


Friday, July 14, 2006

Johnny, Dee Dee dan Soleh

Saya bertemu Johnny dan Dee Dee dari The Ramones malam tadi.

Tentu saja dalam mimpi. Kamu sering mimpi aneh? Bertemu musisi-musisi yang kamu kagumi? Saya sering. Sebelum bisa bertatap muka dengan Iwan Fals, saya memimpikan Iwan belasan tahun sebelumnya. Saya juga sempat mimpi bertemu Mick Jagger.

Dan malam tadi, mimpi seperti itu datang lagi. Seperti banyak mimpi saya yang lain, tiba-tiba saja saya ada di satu tempat. Kali ini, di sebuah ruangan yang entah restoran atau ruangan kantor. Yang jelas, Johnny dan Dee Dee di sana. Memandang saya. Persis seperti yang sering saya lihat di beberapa majalah. Bedanya, kali ini Johnny menyapa saya.

"Hey man. Joey is sick. He's in the hospital right now. And we're recording this song, called Vocal Girl Vocal Girl. I wonder, can you help us? We're looking for someone who can sing that song. And we need it now," kata Johnny tanpa basa-basi.

Dada saya berdebar. Anjis! Johnny Ramone menyapa saya. Sedangkan Dee Dee hanya diam.

"Uhmm. I'm not sure. But, what kind of vocalist are you looking for?" jawab saya.

"We're looking for someone who can sing like Joey does. Or perhaps a girl to sing the song. Since the song called Vocal Girl Vocal Girl. Anyway, the reffrain goes like this, the KKK took my baby away. They took her away, away from me."

Anjis. Ini sih, saya tau lagunya. Begitu saya pikir dalam hati.

"Well, I think I can sing it. But I've never sing in a recording album before," kata saya dengan jantung berdebar.

Setelah itu, Johnny memegang rambut saya yang acak-acakan. Dia mengatur rambut saya hingga akhirnya poninya rata.

Tiba-tiba, adegan berpindah. Saya ada di depan sebuah tempat mirip 'halte' telepon umum. Itu loh, yang berwarna biru dengan canopi di atasnya itu. Yang biasanya, ada beberapa telepon koin di 'halte' itu. Cuma, kali ini, tak ada pesawat teleponnya. Hanya beberapa kaos dipajang di sana. Kaos The Ramones, The Rolling Stones, dan yang anehnya, ada satu kaos putih dengan tulisan The Ramones dan The Rolling Stones di pundak kanan dan kirinya.

'Halte' itu dikelilingi dua gedung pencakar langit yang masih dibangun. Langit tidak cerah, tapi tidak juga mendung. Anehnya, warna kuning dan abu-abu cukup dominan di langit.

Johnny dan Dee Dee ada dalam booth di sebelah 'halte'. Memandang saya. Mereka mengotak-atik mixer.Dan Johnny pun memberi aba-aba.


Saya langsung kenakan headphone yang anehnya ukurannya sebesar helm. Tidak hanya menutupi telinga saya. Tapi, nyaris seluruh kepala. Saya menahan headphone itu supaya tidak melorot. Beberapa detik kemudian, intro lagu "Vocal Girl Vocal Girl" yang di kehidupan nyata berjudul "The KKK Took My Baby Away" terdengar.

Dan bernyanyilah saya.

Thursday, July 13, 2006

Johnny, Dee Dee dan Soleh


Saya bertemu Johnny dan Dee Dee dari The Ramones malam tadi.





Tentu saja dalam mimpi. Kamu sering mimpi aneh? Bertemu musisi-musisi
yang kamu kagumi? Saya sering. Sebelum bisa bertatap muka dengan Iwan
Fals, saya memimpikan Iwan belasan tahun sebelumnya. Saya juga sempat
mimpi bertemu Mick Jagger.






Dan malam tadi, mimpi seperti itu datang lagi. Seperti banyak mimpi
saya yang lain, tiba-tiba saja saya ada di satu tempat. Kali ini, di
sebuah ruangan yang entah restoran atau ruangan kantor. Yang jelas,
Johnny dan Dee Dee di sana. Memandang saya. Persis seperti yang sering
saya lihat di beberapa majalah. Bedanya, kali ini Johnny menyapa saya.






"Hey man. Joey is sick. He's in the hospital right now. And we're
recording this song, called Vocal Girl Vocal Girl. I wonder, can you
help us? We're looking for someone who can sing that song. And we need
it now," kata Johnny tanpa basa-basi.






Dada saya berdebar. Anjis! Johnny Ramone menyapa saya. Sedangkan Dee Dee hanya diam.






"Uhmm. I'm not sure. But, what kind of vocalist are you looking for?" jawab saya.






"We're looking for someone who can sing like Joey does. Or perhaps a
girl to sing the song. Since the song called Vocal Girl Vocal Girl.
Anyway, the reffrain goes like this, the KKK took my baby away. They
took her away, away from me."






Anjis. Ini sih, saya tau lagunya. Begitu saya pikir dalam hati.






"Well, I think I can sing it. But I've never sing in a recording album before," kata saya dengan jantung berdebar.



Setelah itu, Johnny memegang rambut saya yang acak-acakan. Dia mengatur rambut saya hingga akhirnya poninya rata.






Tiba-tiba, adegan berpindah. Saya ada di depan sebuah tempat mirip
'halte' telepon umum. Itu loh, yang berwarna biru dengan canopi di atasnya itu. Yang
biasanya, ada beberapa telepon koin di 'halte' itu. Cuma, kali ini, tak
ada pesawat teleponnya. Hanya beberapa kaos dipajang di sana. Kaos The
Ramones, The Rolling Stones, dan yang anehnya, ada satu kaos putih
dengan tulisan The Ramones dan The Rolling Stones di pundak kanan dan
kirinya.






'Halte' itu dikelilingi dua gedung pencakar langit yang masih dibangun.
Langit tidak cerah, tapi tidak juga mendung. Anehnya, warna kuning dan abu-abu cukup dominan di langit.



Johnny dan Dee Dee ada dalam booth di sebelah 'halte'.
Memandang saya. Mereka mengotak-atik mixer.Dan Johnny pun memberi aba-aba.






Saya langsung kenakan headphone yang anehnya ukurannya sebesar helm.
Tidak hanya menutupi telinga saya. Tapi, nyaris seluruh kepala. Saya
menahan headphone itu supaya tidak melorot. Beberapa detik kemudian,
intro lagu "Vocal Girl Vocal Girl" yang di kehidupan nyata berjudul
"The KKK Took My Baby Away" terdengar.






Dan bernyanyilah saya.




Tuesday, July 04, 2006

Guilty Pleasure Dangdut

Tidak biasanya, saya suka lagu danggut! Tapi, lagu dangdut yang satu ini, mau tidak mau benar-benar mencuri perhatian. Hahaha. Ini, guilty pleasure dangdut saya yang pertama. Pertama kali saya dengar, dalam perjalanan Bandung-Jakarta di bis Primajasa. Salah satu radio dangdut memutar lagu ini.

Lantas, kali kedua saya dengar, waktu makan sea food di Anyer sekitar dua bulan lalu. Dan yang ketiga, Minggu [2/7] kemarin. Di bis Primajasa. Tapi, kali ini versi video klip. Musiknya memang cheesy. Dangdut yang dimix dengan house musik kacangan. Ada sentuhan musik Melayunya juga. Seperti kebanyakan lagu-lagu house dangdut yang diputar di lapak-lapak bajakan, atau di metro mini. Dan saya suka lagunya. Hahaha. Gawat.

Tapi, coba perhatikan liriknya. Temanya masih selingkuh memang. Tema biasa. Banyak lagu dangdut mengambil tema ini. Pertama kali saya dengar, saya ingin tertawa. Terbayang jelas dua karakter. Yang lelaki, tipe cunihin kalo kata orang Sunda mah. Genit. Yang perempuan, manja. Berkuasa.

Sudah tau pacarnya galak, posesif, cemburuan, si lelaki masih saja main gila. Dan adegan ini digambarkan dengan baik lewat cerita soal SMS. Satu hal kecil yang bisa menggambarkan dengan baik persoalan dan karakter dari sepasang kekasih.

SMS
penyanyi Ria Amelia

bang sms siapa ini bang
bang pesannya pakai sayang sayang
bang nampaknya dari pacar abang
bang hati ini mulai tak tenang

bang tolong jawab tanya ku abang
bang nanti hape ini ku buang
bang ayo donk jujur saja abang
bang kalau masih sayang

kalau bersilat lidah memang abang rajanya
sudah nyata abang salah masih saja berkilah

orang salah kirimlah
orang iseng isenglah
orang salah kirimlah
orang iseng isenglah

mulai dari sekarang
hp aku yang pegang

Kalo mau dengar musiknya, silakan klik ini: http://womanthink.blogspot.com. Saya juga dapat lirik itu dari situs tadi.

Monday, July 03, 2006

Guilty Pleasure Dangdut


Tidak biasanya,
saya suka lagu danggut! Tapi, lagu dangdut yang satu ini, mau tidak mau
benar-benar mencuri perhatian. Hahaha. Ini, guilty pleasure dangdut
saya yang pertama. Pertama kali saya dengar, dalam perjalanan
Bandung-Jakarta di bis Primajasa. Salah satu radio dangdut memutar lagu
ini.



Lantas, kali kedua saya dengar, waktu makan sea food di Anyer sekitar
dua bulan lalu. Dan yang ketiga, Minggu [2/7] kemarin. Di bis
Primajasa. Tapi, kali ini versi video klip. Musiknya memang cheesy.
Dangdut yang dimix dengan house musik kacangan. Ada sentuhan musik
Melayunya juga. Seperti kebanyakan lagu-lagu house dangdut yang diputar
di lapak-lapak bajakan, atau di metro mini. Dan saya suka lagunya. Hahaha. Gawat.



Tapi, coba perhatikan liriknya. Temanya masih selingkuh memang. Tema
biasa. Banyak lagu dangdut mengambil tema ini. Pertama kali saya
dengar, saya ingin tertawa. Terbayang jelas dua karakter. Yang lelaki,
tipe cunihin kalo kata orang Sunda mah. Genit. Yang perempuan, manja.
Berkuasa.



Sudah tau pacarnya galak, posesif, cemburuan, si lelaki masih saja main
gila. Dan adegan ini digambarkan dengan baik lewat cerita soal SMS.
Satu hal kecil yang bisa menggambarkan dengan baik persoalan dan
karakter dari sepasang kekasih.



SMS

penyanyi Ria Amelia



bang sms siapa ini bang

bang pesannya pakai sayang sayang

bang nampaknya dari pacar abang

bang hati ini mulai tak tenang



bang tolong jawab tanya ku abang

bang nanti hape ini ku buang

bang ayo donk jujur saja abang

bang kalau masih sayang



kalau bersilat lidah memang abang rajanya

sudah nyata abang salah masih saja berkilah



orang salah kirimlah

orang iseng isenglah

orang salah kirimlah

orang iseng isenglah



mulai dari sekarang

hp aku yang pegang



Kalo mau dengar musiknya, silakan klik ini: http://womanthink.blogspot.com. Saya juga dapat lirik itu dari situs tadi.