Mempertanyakan Kebahagiaan
Sekitar seminggu lalu, teman saya bercerita. Saya tidak tau, apakah saya boleh menyebutkan namanya di sini. Jadi, saya tidak akan sebutkan di sini. Kembali ke cerita tadi. Karena kesibukannya yang menyita waktu--bekerja di akhir pekan, tidak kenal 9 to 5, dan sepertinya hampir tidak ada kata libur--dia disudutkan keluarganya. Karena jalur yang ditempuhnya, sedikit berbeda dengan anggota keluarga yang lain.
Suatu saat, teman saya itu disudutkan. Karena itu tadi, bekerja di tanggal merah. Dan yang membuatnya semakin disudutkan, adalah terlontarnya kalimat, "Apakah kamu bahagia?"
Mungkin keluarganya bermaksud baik. Hanya ingin melihat teman saya itu bahagia--versi mereka. Tapi, yang mungkin mereka tidak tau, adalah bahwa teman saya itu bahagia kok dengan pilihannya.
Ini saya rasa sering terjadi pada banyak orang. Mungkin juga kamu. Mempertanyakan kebahagiaan orang lain. Dan berusaha membuat orang lain mengikuti saran dan caramu. Cuma karena kamu bisa bahagia dengan cara yang kamu tempuh.
Saya cuma mau berkata, jangan sekali-kali mempertanyakan kebahagiaan orang lain. Dan jangan memaksakan cara-cara tertentu, agar orang lain bahagia. Karena kebahagiaan itu tidak bisa dipaksakan.
Ah sudahlah. Bingung? Maaf.